JAKARTA, LiraNews – Sosok Eko Suwanto mendadak muncul dan mengemuka, pasca-serangan yang dilontarkan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Pemerintahan Jokowi.
Perkenalkan, Eko Suwanto adalah saksi kecurangan yang diduga kuat terjadi pada Pemilu 2009. Pak Eko ini sekarang menjabat sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan DIY (Yogyakarta).
Pak Eko kepada awak media melalui jumpa pers secara daring membenarkan adanya pemilu yang berlangsung di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2009 penuh kecurangan.
Hal tersebut disampaikannya ketika hadir saat Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto melakukan konferensi pers kepada awak media secara daring pada Minggu (18/9/2022).
Ajang itu untuk merespons pernyataan SBY mengenai tuduhan adanya kecurangan di 2024 oleh Pemerintahan Jokowi.
“Benar bahwa terjadi skandal DPT fiktif. Bahkan di Ponorogo selain DPT fiktif itu, mereka yang meninggal kemudian masuk ke dalam daftar pemilih,” kata Eko Suwanto.
Selain itu, sesuai Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu pengurus ranting itu kan berhak mendapatkan DPS perbaikan, tapi faktanya KPU tidak memberikan daftar pemilih.
“Anak-anak di bawah umur juga masuk dalam daftar pemilih. Kemudian, selain orang meninggal ada (data) ganda yang identik,” ungkap Eko.
Karena itu, dia menegaskan, DPT Pemilu 2009 itu tidak akurat dan benar sebagaimana adanya. Bahkan manipulatif.
“Ini bisa kami buktikan. Bahwa laporan-laporan kami ke Panwaslu maupun ke Bawaslu pada masa itu juga banyak dan pada akhirnya di sidang Mahkamah Konstitusi pun saya juga diberi tugas menjadi saksi salah satunya tentang daftar pemilu yang bermasalah ini,” jelas Eko.
Bahkan, menurutnya, DPR juga telah membentuk pansus saat itu. “Dan kesimpulannya benar, DPT-nya bermasalah,” kata Eko.
Bukan hanya DPT, di Ponorogo juga ditemukan TPS fiktif.
“Di Desa Tonatan di Kecamatan Ponorogo itu seharusnya ada 11 TPS. Tapi kemudian ada TPS ke-12 dengan jumlah pemilih 544 orang yang tercantum di dalamnya,” jelas Eko.
“Dan kemudian diakui oleh KPU bahwa TPS itu tidak ada. Dan berdasarkan kesepakatan itu, TPS-nya dicoret,”sambungnya.
Bahkan, menurut Eko ini terjadi juga di Yogyakarta. “Solo juga kurang lebih sama,” pungkasnya.