Akibat Tidak Mampu Menjawab Tiga Pertanyaan Mudah, Bank BRI Di Somasi Nasabah
Bontang, LIRANews – Kabar yang aneh bin ajaib datang dari dunia perbankkan, gara-gara kasus ini atau mungkin juga kasus lainnya membuat seorang AO (Account Officer) bank umum nasional plat merah berinisial AN dirumahkan. Untuk diketahui AO adalah posisi jabatan yang sangat penting dan strategis, karena posisi ini yang bertugas mengelola keuangan perusahaan atau lembaga keuangan, mereka yang bertanggung jawab atas pembukuan, pencatatan, dan pengelolaan hubungan dengan nasabah.
Diduga karena hasil perbuatannya di masa lalu, maka saat ini Bank BRI Cabang Bontang tidak mampu menjawab tiga pertanyaan mudah berikut:
- Berapa jumlah Account/Nomor Rekening PT. HSU pada BRI Cab.Bontang, baik itu Rekening Pinjaman maupuan Tabungan.
- Berapa jumlah total pinjaman perusahaan PT. HSU, pada BRI Cab.Bontang, mohon diberikan angka pastinya berikut dengan bukti pencairannya.
- Berapa jumlah Sertipikat Tanah dan Bangunan yang diagunkan oleh PT. HSU pada pinjaman tersebut, mohon dijelaskan secara terperinci Nomor Sertipikat, berikut dengan Alamat dan Nama Pemilik dalam Sertipikat tersebut.
Ceritanya berawal pada tahun 2016, ada seorang pengusaha bernama Bunda NH selaku Direktur PT. HSU datang ke PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bontang untuk mengajukan kredit pinjaman modal usaha sebesar Rp3.500.000.000,- (Tiga milyar lima ratus juta rupiah), pinjaman tersebut dimaksudkan untuk membiayai proyek pekerjaan di PTB yang baru dimenangkannya, sementara itu disisi lain anak dari Bunda NH bernama HF selaku Direktur PT. HCU, telah lebih dahulu memiliki kredit pinjaman di bank tersebut dengan nilai pinjaman sebesar Rp3.200.000.000.- (Tiga milyar dua ratus juta rupiah) yang masih aktif berjalan.
Setelah melewati proses administrasi dan mengikuti tahapan birokrasi yang diminta maka selanjutnya permohonan tersebut dapat disetujui. Namun demikian setelah akad kredit dilakukan di depan Notaris, pencairan atas kredit pinjaman tersebut urung dilakukan, pihak bank yang diwakili oleh AO (Account Officer) pada saat itu menjelaskan bahwa nanti pencairan akan langsung dimasukkan ke rekening pemohon, sementara itu pihaknya akan melengkapi terlebih dahulu syarat-syarat tambahan yang diperlukan.
Waktu terus berjalan Bunda NH mulai disibukkan dengan kegiatan proyek yang sangat padat hingga tidak menyadari dana kredit pinjaman dari Bank BRI belum masuk ke rekeningnya hingga akhirnya masuk bulan kedua, ketiga dan seterusnya. Pada saat itu kondisi keuangan di rekening kas perusahaan bunda NH cukup aktif dengan sirkulasi dana keluar masuk dari tagihan-tagihan yang cair bersumber dari PTB, yang digunakan bunda NH untuk menutup biaya operasional, jika terdapat kekuarangan bunda NH menutupi dengan dana pribadi ditambah dana talangan yang bersumber dari kas perusahaan anaknya PT. HCU, arus kas yang terus berputar semacam itu dilakukan atas sepengetahuan dan persetujuan dari AN sebagai AO (Account Officer) PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bontang.
Perputaran uang di PT.HSU terbilang cukup besar karena mengerjakan Supply Man Power (Karyawan Pihak Ketiga; Red) sehingga harus menyiapkan gaji untuk lebih kurang 400 karyawan setiap awal bulan, oleh karena itu selama mengerjakan proyek tersebut PT.HSU kerap mengalami kendala likuiditas di tengah jalan, entah keterlambatan pencairan, kebutuhan dana yang mendesak dan lain sebagainya, maka untuk menutup kekurangan tersebut tanpa pikir panjang Bunda NH mulai menggadaikan dan menjual aset-aset lainnya seperti mobil, surat berharga, dan emas batangan, dengan harapan nanti saat habis kontrak dapat diganti atau bisa beli barang yang baru.
Sementara itu karena sadar dirinya punya hutang, Bunda NH selalu tertib menyetorkan uang sebesar Rp35.000.000,- (Tiga puluh lima juta rupiah) setiap bulan untuk membayar cicilan pinjaman ke rekening PT. Bank Rakyat Indonesia, padahal uang pinjamannya dari bank belum dicairkan tapi logika awam Bunda NH saat itu uangnya pasti sudah masuk ke rekeningnya, akibatnya PT.HSU sering kekurangan dana karena subsidi silang antara PT.HSU dan PT.HCU tidak berjalan dengan mulus karena secara tidak sadar yang satu kosong akibat pihak Bank tidak mencairkan pinjamannya, hingga akhirnya Bunda NH harus kalang kabut menutup kekurangan itu dari sumber-sumber pendanaan lain, hingga sampailah pada saat ketika PT. HCU mulai batuk-batuk dalam membayar cicilannya, hal ini secara langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap kemampuan membayar cicilan perusahaan Bunda NH yaitu PT. HSU, walaupun demikian kedua perusahaan itu berhasil menyelesaikan kontrak pekerjaan tersebut dengan baik dan namanya masih terjaga di PTB.
Disisi lain Bunda NH tidak mampu mempertahankan nama baiknya dimata Kreditur Perbankan, akibat salah satu perusahaannya yaitu PT. HSU terpaksa berhenti membayar cicilan dan telah dinyatakan sebagai kredit macet, akibatnya 4 unit tanah & bangunan yang menjadi agunan atas kredit pinjaman tersebut telah didaftarkan ke KPKNL Kota Bontang untuk di lelang, padahal sejatinya dia tidak punya utang. Dan anehnya seperti sihir sampai saat ini uang kredit pinjaman PT. HSU sebesar Rp3.500.000.000,- (Tiga milyar lima ratus juta rupiah) tersebut belum terbukti pernah dicairkan oleh pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), namun disini Bunda NH harus menerima konsekuensi atas kredit macetnya itu yakni aset-asetnya yang diagunkan telah didaftarkan ke KPKNL Kota Bontang untuk dilelang.
Terpisah Eko Yulianto, SH. selaku praktisi hukum dan aktivis LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) yang mendampingi kedua nasabah tersebut menjelaskan, bahwa pihaknya telah melihat sejumlah kejanggalan atas kredit pinjaman itu, oleh karenanya ia telah melakukan investigasi dan penelusuran lebih jauh guna mengumpulkan sejumlah bukti dan fakta-fakta untuk menentukan langkah selanjutnya.
“Kami telah mengumpulkan sejumlah bukti dan mengungkap fakta-fakta yang dapat menjelaskan situasinya hingga terjadi kredit macet, disini klien kami sangat dirugikan, oleh karenanya kami telah mengirim surat ke BRI untuk klarifikasi, tapi sudah seminggu lebih sampai hari ini belum dijawab, kami juga telah mengirimkan surat ke KPKNL untuk membatalkan lelang itu” demikian ujarnya.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut ke pihak Bank BRI, Ari Kurniawan selaku pejabat pelelangan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bontang menjawab;
“Surat yang bapak antarkan teregristasi tanggal 9 masuknya, jadi kalau di sampaikan seminggu belum masuk y pak, terkait surat balasan bisa saja pak, sudah jadi sejak dr hari Jumat kmrn, tapi kan kami harus melengkapi bukti-bukti pencairan yg diminta, krn itu berkas 2016, itu sudah tertimbun lama, jd masih proses pencarian buktinya pak, jadi mohon sabar y pak…” demikian ujarnya.
Lebih lanjut Eko mengungkapkan, bahwa pihak bank terlihat hanya berusaha mengulur-ulur waktu saja;
“Tanggal 6 Januari 2024 kami telah bertemu langsung untuk menanyakan tiga pertanyaan itu, tanggal 7 kami kirimkan surat digital dalam format pdf lewat email dan whatshaap, tanggal 8 surat dalam bentuk fisik telah kami kirimkan secara langsung, dan tanggal 9 surat tersebut mereka registrasi, kami melihat mereka hanya berupaya untuk mengulur-ulur waktu saja untuk membalas surat itu” demikian ujarnya.
Atas sikap pihak PT.Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bontang tersebut selanjutnya pada hari ini (14/01/2025) Eko melayangkan surat somasi pertama.
Dari Kota Bontang Kalimantan Timur, LIRANews melaporkan. (EY/LN/Kaltim)