Bahas RUU Pemilu, Herzaky Mahendra: Demokrat Setuju Pilkada 2022 dan 2023

Jakarta, LiraNews – Fraksi Partai Demokrat DPR RI setuju normalisasi penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023 dalam RUU Pemilu, termasuk di dalamnya Pilkada DKI digelar pada 2022.

Demikian disampaikan Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra kepada para awak media, Jumat (29/1/2021).

Herzaky mengatakan, pilkada merupakan momen emas bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik di daerahnya masing-masing. “Kepala daerah yang berintegritas, kompeten, dan memiliki komitmen penuh untuk membangun daerah dan masyarakat yang dipimpinnya,” katanya.

Read More
banner 300250

Menurut Herzaky, perlu ada waktu dan kesempatan cukup bagi masyarakat untuk mendalami dan memahami sosok dan jejak rekam para calon kepala daerahnya, sebelum memutuskan pilihannya. Masyarakat harus memiliki kesempatan mengetahui dan mempelajari visi, misi, dan program kerja dari tiap kepala daerah,” ujarnya.

Herzaky menilai, momen itu akan berkurang, bahkan hilang, jika pilkada dilaksanakan di waktu yang berdekatan dengan pilpres, di tahun yang sama meskipun berbeda bulan. “Bagaimanapun, pilpres memiliki daya magnet yang luar biasa. Keserentakan pilpres dan pileg di 2019 lalu, memberikan contoh nyata bagaimana pileg tenggelam di tengah hiruk pikuk pilpres. Begitu juga kemungkinan nasib Pilkada yang bakal dilaksanakan berdekatan dengan pilpres,” jelasnya.

Herzaky menerangkan, pertarungan di pilkada pun bisa jadi bukan lagi politik gagasan, bahkan kompleksitas kompetisinya bisa memunculkan godaan melakukan tindakan-tindakan ilegal seperti politik uang, politik identitas, maupun penyalahgunaan kekuasaan.

“Apalagi jika kita mempertimbangkan lamanya masa jabatan penjabat kepala daerah di sebagian besar wilayah Indonesia jika Pilkada 2022 dan 2023 ditunda ke tahun 2024,” tukasnya.

Herzaky Mahendra Putra mengungkapkan, ada 272 daerah dan sebagian merupakan epicentrum pandemi Covid-19. “Tidak ada jaminan kalau pandemi akan berakhir di 2022 atau 2023, dan begitu pula dengan resesi ekonomi,” ucapnya.

Herzaky berpendapat, ketiadaan kepala daerah definitif hasil pemilu membuat rentannya daerah karena penjabat kepala daerah tidak bisa membuat keputusan strategis.

Banyak keputusan penting akan terhambat dan berujung pada upaya pencapaian program pemerintahan tidak dapat berjalan optimal.

Karena itu, ungkap Herzaky, Partai Demokrat mengusulkan pilkada tidak dilakukan di tahun yang sama dengan pilpres dan pileg tahun 2024.

“Demokrat meminta daerah yang kepala daerahnya berakhir masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023, tetap menjalani pilkada di tahun 2022 dan 2023, sedangkan opsi untuk Pilkada serentak, dapat dipertimbangkan pada tahun 2027, di antara dua pemilu nasional serentak,” jelasnya.

Harapan Partai Demokrat, sambung Herzaky, opsi apapun yang dipilih sebagai bagian dari kesepakatan antara pemerintah dan partai politik di parlemen dalam revisi UU Pemilu, merupakan opsi terbaik untuk merawat dan mengembangkan demokrasi di negeri tercinta ini. “Jangan sampai demokrasi di Indonesia berjalan mundur,” ingatnya.

Herzaky mengingatkan, demokrasi merupakan proses bersama, karena itu semangat kebersamaan antar parpol di parlemen dalam menghasilkan keputusan terbaik bagi masyarakat, bangsa, dan negara, sebaiknya dikedepankan. “Jangan sampai pula, ada pihak-pihak yang memaksakan Pilkada Serentak 2024 hanya karena ada kepentingan pragmatis atau agenda terselubung yang tidak pro rakyat, bahkan merugikan rakyat. Misalnya, mau menjegal tokoh-tokoh politik yang dianggap potensial sebagai capres,” pungkas Herzaky Mahendra Putra. LN-RON

banner 300250

Related posts

banner 300250