Jakarta, LiraNews– Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet meluncurkan dua buku terbarunya. Kedua buku tersebut, dirilis bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) ke-61, Minggu (10/9/2023) dibilangan SCBD, Jakarta.
Kedua buku itu masing-masing berjudul, ‘PPHN Menuju Indonesia Emas 2045′ dan ‘Bambang Soesatyo News Maker – Satu Dasawarsa The Politician Senayan’ dibahas sejumlah tokoh politik seperti Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani dan Hidayat Nur Wahid, juga dua selebriti kondang Deddy Corbuzier dan Baim Wong.
Bamsoet dalam sambutannya menyebutkan buku-buku yang ditulis banyak berisikan kegalauannya.
Bamsoet menjelaskan kegalauan yang dimaksud ialah saat melihat bangsa Indonesia hingga kini belum memiliki rencana jangka panjang yang mengikat kepala negara.
“Karena kita hanya berdasarkan visi misi presiden sehingga tidak ada kesinambungan pembangunan dan tidak ada pemantapan yang pasti bangsa ini akan dibawa ke mana,” ujar Waketum Partai Golkar ini.
Mantan Ketua DPR RI itu menyebut setiap terjadi pergantian presiden, bangsa ini dibawa ke arah yang berbeda dengan sebelumnya.
Padahal, lanjut Bamsoet, semua telah sepakat 2045 nanti ingin Indonesia ini masuk jadi Indonesia emas, dengan manfaatkan bonus demografi yang luar biasa.
“Dengan adanya bonus demografi, saya yakin Indonesia bisa sukses seperti Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan lain-lain,” jelas Ketua DPR RI ke-20 ini
Walaupun, Bamsoet tidak yakin bangsa Indonesia bisa mencapai itu tanpa rencana jangka panjang yang jelas semua yang disepakati dan dipatuhi oleh pemerintahan berikutnya.
“Kemudian kegalauan berikutnya adalah saya sebagai ketua MPR melihat bahwa bangsa kita, konstitusi kita tidak ada pintu darurat. Tidak ada protokol kalau terjadi sesuatu yang luar biasa di bangsa ini,” jelas Bamsoet seraya mencontohkan tidak ada yang bisa menjamin Pemilu 2024 bisa dilaksanakan sesuai jadwal.
Bamsoet juga melihat kalau saat ini Indonesia terjebak dalam demokrasi transaksional.
Bamsoet menamainya sebagai demokrasi ‘NPWP’, yaitu nomor piro wani piro (nomor berapa, berani berapa).
Bamsoet pun mengaku khawatir dengan praktik demokrasi di Indonesia saat ini.
“Demokrasi transaksional melahirkan legislator yang tak memiliki prinsip dan nilai-nilai kebangsaan. Tentu kita akan bersedih nanti kalau isi di parlemen nanti adalah orang-orang yang hanya memiliki modal cukup untuk kampanye, tapi tidak memiliki kepiawaian atau tidak memiliki nilai-nilai kebangsaan ideologi partai yang diikutinya,” papar Bamsoet.
Bamsoet mengatakan jika praktik demokrasi ‘NPWP’ terus berlanjut, akses masyarakat terhadap demokrasi akan tertutup.
Legislator asal Dapil Jateng 7 ini berpendapat Indonesia akan dikuasai segelintir kelompok yang memiliki kekuatan ekonomi untuk berkuasa.
“Ujung-ujungnya nanti kita akan terjebak pada oligarki para pemegang modal. Kita terjebak pada demokrasi angka-angka demokrasi yang mahal yang hanya nanti bisa dimiliki oleh para pemilik modal,” pungkas Bamsoet.