Selain industri baja nasional, nasib buruk juga menimpa industri semen. Di era infrastruktur Presiden Joko Widodo yang mestinya banyak menyedot semen dalam negeri, justru yang terjadi sebaliknya: pabrik semen nasional terpuruk. Gara-garanya, lagi-lagi semen China. Suplai semen di dalam negeri membanjir sejak investor China ikut mendirikan pabrik di sini. Gilanya, di saat pabrik semen nasional mengurangi produksi, pabrik milik China menggenjot produksi.
Ada beberapa pabrik besar menghentikan beberapa unit pabriknya. Pabrik itu antara lain milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Dua pabrik itu berhenti produksi karena produksi bubuk abu-abu ini di dalam negeri sudah melebihi permintaan nasional.
Politisi yang juga pengusaha, Andre Rosiade, mengungkap selain dua pabrik itu, pabrik Semen di Aceh, Semen Padang, Semen Baturaja, Semen Gresik, dan Semen Tonasa juga terpaksa menurunkan kapasitas produksinya, karena semen mereka tidak laku. Mereka kalah bersaing dengan semen China.
Di sisi lain ada tiga pabrik semen baru lagi yang bakal beroperasi pada 2020/2021 di Jember, Jawa Timur; Grobogan, Jawa Tengah; dan Kalimantan Timur. “Ini akan menyulitkan lagi para produsen semen sebelumnya karena oversupply-nya bertambah lagi. Semoga kabinet yang baru nanti bisa mengerti dan bijak terhadap situasi dan kondisi industri semen ke depan,” tutur Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso, seperti dikutip Bisnis beberapa waktu lalu.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan kapasitas produksi di pabrik semen saat ini mencapai sekitar 100 juta ton, sementara itu tingkat konsumsi berkisar 60-68 juta ton. Jadi ada oversupply sekitar 40 juta ton.
Anehnya, di tengah kondisi susah itu PT Conch Cement Indonesia, anak usaha dari pabrikan semen kelas kakap dunia Anhui Conch Cement Company (China), berencana meningkatkan kapasitas produksi hingga mencapai 25 juta ton dari saat ini hanya 2,3 juta ton per tahun.
Anhui Conch Cement merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia versi Forbes, berada di peringkat 522 dalam daftar The World’s Largest Public Companies 2018. Bos Anhui bilang konsumsi semen per kapita Indonesia masih kecil sehingga perlu ditingkatkan.
Jual Rugi
Produksi yang melimpah ini menjadikan persaingan di pasar semen makin sengit. Belakangan ini banyak merek semen baru beredar di pasar. Selain Conch Cement dengan merek dagang Conch, beberapa nama produk semen yang prinsipalnya dari investor China adalah Jui Shin dengan merek dagang semen Garuda. Lalu, Semen Hippo, Semen Jakarta, Semen Merah Putih dan lainnya.
Bubuk abu-abu ini dilego dengan harga lebih murah. PT Jui Shin Indonesia, yang menempel merek Semen Garuda hanya memasang harga Rp44.800 per zak ukuran 50 kg, sedangkan untuk ukuran 40 kg hanya dihargai Rp35.900 per zak. Lalu, ada merek Semen Jakarta. Pabriknya di Banten. Semen ini dijual Rp41.000 per zak ukuran 50 kg, dan Rp41.300 untuk ukuran 40 kg.
Semen Conch ukuran 40 kg di toko marketplace Bukalapak dijual hanya Rp34.300 per zak, dan ukuran 50 kg dipatok Rp42.900 per zak oleh pelapak di Jakarta. Harga tersebut belum termasuk ongkos turun barang.
Di pelapak yang sama, harga semen lokal macam Tiga Roda ukuran 40 kg dijual sampai Rp39.800 per zak, bahkan di penjual lainnya yang sama-sama area Jakarta, menjual sampai Rp48 ribu per zak padahal pabriknya dekat dengan Jakarta. Ukuran 50 kg, harganya dijual ada yang sampai Rp54.400 per zak. Semen Gresik salah satu pemain lokal, juga menjual cukup mahal, ukuran 40 kg dijual Rp 40.400 per zak, dan ukuran 50 kg dibanderol Rp50.500 per zak.
Andre mengatakan industri semen lokal itu terancam karena semen dari prinsipal China diduga menjual dengan menggunakan predatory pricing atau menjual rugi. “Pasar semen lokal dalam kondisi sangat memprihatinkan atau terancam bangkrut. Kenapa itu bisa terjadi karena ada kebijakan predatory pricing, di mana investor semen China yakni semen Conchdengan sengaja menjual semen di Indonesia dengan harga merugi,” kata Andre, seperti dikutip CNBC, Rabu (17/7).
Impor Semen
Pada tahun lalu pelaku industri semen sudah mengeluhkan kebijakan pemerintah soal perluasan impor clinker (klinker) semen dan semen biasa. Aturan yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2018 ini memberi peluang bagi industri dalam negeri untuk memperoleh bahan klinker dan semen dari pasar internasional. Padahal, persediaan klinker dan volume produksi semen di Indonesia masih berlebih dibanding permintaan yang ada.
Komisaris PT Semen Padang Khairul Jasmi menganggap pemerintah membunuh secara perlahan industri semen domestik. “Kita punya klinker juga, kenapa harus diimpor? Kan bisa dibeli dan harga lebih murah. Nah dia impor. Celaka lagi impor semen. Aturan itu harus dicabut. Impor klinker dan semen ke Indonesia kan sama dengan mengirim bawang ke Brebes,” kata Khairul kala itu.
Direktur Keuangan PT Semen Padang, Tri Hartono Rianto, menambahkan sengitnya persaingan di dalam negeri membuat perusahaan harus rela menjual semen dengan harga yang bersaing pula. Padahal di sisi lain harga batu bara sedang melonjak dan membuat biaya produksi menukik tajam. Kondisi ini membuat kinerja keuangan perusahaan tak semulus angka produksi dan penjualan yang tetap tumbuh positif.
Sejak tahun 2017, laba bersih seluruh pemain industri semen nyaris turun 50-55%. Laba bersih PT Semen Indonesia misalnya, anjlok separuh dari Rp4 triliun pada 2016 menjadi Rp2 triliun di 2017.
Kondisi buruk tersebut juga tercermin pada tahun ini. Pabrik semen masih untung tapi makin tergerus tiap tahunnya. Pada kuartal I-2019, laba bersih PT Semen Indonesia Tbk. turun sebesar 34,9% secara tahunan, dari Rp411,55 miliar menjadi Rp268,1 miliar. Begitu juga dengan laba bersih PT Semen Baturaja Tbk. yang menurun 67,4% secara yoy menjadi Rp4 miliar.
Hanya PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. yang mencatat kenaikan laba bersih sebesar 50,2% menjadi Rp397 miliar. Pada periode sama tahun sebelumnya, laba bersih INTP adalah Rp264 miliar.
Sepanjang April 2019, konsumsi domestik semen hanya mencapai 4,8 juta ton atau menurun 10,2% secara tahunan.
Bagi konsumen, semen yang murah tentu menyenangkan. Kinilah saatnya bagi pabrik semen lokal menengok ke luar. Tidak ada jalan lain, selain ekspor. Nah, untuk itu pabrik semen mesti efisien agar bisa bersaing di pasar internasional. Selamat bersaing secara sehat. (Bagus Ra Kuti)