LIRANEWS.COM | Ketika B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden Indonesia pada tahun 1998, negara ini sedang berada di titik nadir krisis ekonomi. Rupiah jatuh hingga Rp16.800 per dolar AS, inflasi meroket, dan kepercayaan terhadap pemerintah hampir habis setelah lengsernya Soeharto. Namun, hanya dalam waktu 12 bulan, Habibie berhasil menstabilkan ekonomi dan menguatkan rupiah hingga Rp6.550 per dolar AS.
Keberhasilan ini bukan sekadar angka, melainkan bukti bahwa dengan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, krisis bisa diatasi dengan cepat. Sayangnya, para penguasa setelahnya justru memilih jalan yang berbeda—bukan membangun kemakmuran bersama rakyat, tetapi memeras 270 juta jiwa untuk kepentingan segelintir elit.
Habibie: Ilmuwan Visioner yang Tidak Digubris Oligarki
Habibie adalah teknokrat sejati, seorang ilmuwan dan pemimpin yang paham bagaimana membangun kemandirian ekonomi berbasis teknologi dan industri. Namun, pemikiran ini tidak diinginkan oleh para oligarki, yang lebih senang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan ladang eksploitasi, bukan sebagai negara produsen.
🔹 Habibie ingin Indonesia mandiri dalam teknologi penerbangan.
🔹 Habibie ingin ekonomi berbasis industri maju, bukan hanya menjadi pemasok bahan mentah.
🔹 Habibie ingin rupiah stabil agar daya beli rakyat meningkat.
Namun, apa yang terjadi? Semua paparan ahli dan pemegang aset hanya didengarkan masuk kuping kanan dan keluar dubur oleh penguasa pasca-reformasi. Oligarki lebih memilih jalur instan: menggali utang, menjual aset negara, dan membiarkan rakyat menanggung beban ekonomi yang semakin berat.
Dari Rupiah Kuat ke Era Pemerasan Rakyat
Setelah Habibie dipaksa turun, Indonesia tidak pernah lagi memiliki pemimpin yang benar-benar fokus pada kesejahteraan rakyat. Yang terjadi justru:
❌ Utang luar negeri meroket – setiap tahun rakyat harus membayar bunga dan cicilan utang yang semakin menjerat.
❌ Aset negara dijual ke asing – dari BUMN strategis hingga sumber daya alam, semuanya dilego demi kepentingan jangka pendek.
❌ Kesenjangan ekonomi semakin lebar – segelintir elite makin kaya, sementara rakyat diperas dengan pajak, harga bahan pokok yang mahal, dan upah yang stagnan.
Jika di era Habibie rupiah bisa menguat dalam setahun, mengapa kini justru semakin terpuruk di tangan oligarki? Jawabannya jelas: karena mereka tidak ingin berbagi kemakmuran dengan rakyat.
Saatnya Sadar: Rakyat Harus Merebut Kembali Kedaulatan Ekonomi!
Indonesia tidak kekurangan sumber daya, tidak kekurangan ahli, dan tidak kekurangan peluang untuk menjadi negara maju. Yang kurang hanyalah keberanian untuk melawan sistem yang sudah dibajak oleh kepentingan segelintir elit.
Saatnya rakyat sadar bahwa kemiskinan dan kesulitan yang mereka hadapi bukan karena nasib, tetapi karena sistem ekonomi yang sengaja dirancang untuk memeras mereka. Jika Habibie bisa membuktikan bahwa ekonomi bisa dipulihkan dalam waktu singkat, maka tidak ada alasan bagi pemimpin hari ini untuk gagal—kecuali mereka memang memilih untuk gagal demi memperkaya oligarki.