Simalungun, LiraNews — Untuk mencari keuntungan pribadi, oknum Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun diduga menyalahgunakan kewenangannya berbisnis infocus untuk sekolah dasar (SD) dan program guru Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Padahal terkait infocus di sekolah adalah kewenangan Kepala Sekolah dan program pembelajaran guru atau RPP juga harus disusun oleh guru-guru yang mengajar di sekolah.
Informasi Liranews, Selasa (6/8/2019) dihimpun dari seorang guru yang tak mau namanya dikorankan mengatakan bahwa seorang oknum di Dinas Pendidikan berinisial LG sebagai Kasi Kurikulum SD telah melakukan bisnis Infocus ke sekolah-sekolah.
“Saya kurang setuju, ada oknum Dinas Pendidikan berinisial LG, kok seperti ajang bisnis infocus jadinya, semua sekolah-sekolah dia yang pasok bahkan ada yang dijual,” ujarnya.
Diterangkannya saat ini kurikulum yang berlaku untuk mengajar yakni kurikulum 2013 (Kurtilas) tuntutannya supaya guru mengajar harus menggunakan teknologi infocus, video dan gambar.
Sesuai kurikulum yang dipakai sekarang adalah Kurtilas, setiap sekolah harus menggunakan ilmu teknologi (IT) seperti infocus, video dan gambar yang disebut pembelajaran abad 21.
“Ini dimanfaatkan oknum dinas itu, didrop dari tokoh lalu dipasok ke sekolah supaya banyak untungnya,” cetusnya.
Bahkan sambungnya, terkait program pembelajaran guru tentang RPP, oknum Disdik tersebut telah mengutip Rp400 ribu per guru.
“Kemarin oknum Disdik itu telah melakukan rapat di beberapa kecamatan tentang RPP. Di sana ada dikutip Rp400 ribu per guru,” terangnya.
Kepala Dinas Pendidikan Simalungun Elfiani Sitepu melalui Kasi Kurikulum SD Lamhot Gultom (LG) saat diwawancarai langsung di ruangannya, menepis informasi tersebut.
Kalau masalah infocus hak Kepala Sekolah untuk membeli infocus masing-masing. Mau kemana pun suka dia.
“Kadang banyak orang mengatas namakan dinas, sementara kita tidak ada mengapa-apain,” terangnya.
Lamhot Gultom mengatakan penggunaan infocus itu tergantung dana, dan tidak semua sekolah menggunakan infocus.
Diterangkannya media itu adalah alat bantu untuk pelaksanaan pembelajaran di sekolah dapat dibeli oleh sekolah tergantung anggaran sekolahnya dan kemampuan guru untuk mempergunakannya.
“Kalau gurunya sudah tua, bisa nggak mempergunakannya. Tapi kalau gurunya masih muda dan gesit ya mungkin sekolah bisa fasilitasi. Itupun tergantung anggaran BOSnya,” katanya.
Saat ditanyai Reporter liranews mengenai kutipan tentang RPP, Lamhot Gultom juga mengelak.
“Tidak ada itu. Lagi pula tidak ranah saya itu,” tandasnya berlalu.
Sekretaris Dinas Parsaulian Sinaga saat ditanyai diruangannya mengaku belum mengetahui hal tersebut.
“Saya belum mengetahuinya, nanti akan saya panggil orangnya,” ujarnya singkat. LN-PS
Kolom Komentar