Bontang, LiraNews – Pemerintah Kota Bontang menyajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran tahun 2021 (audited) berisi Realisasi Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp559.932.670.308,28 atau 89,09% dari anggaran sebesar Rp628.527.607.666,00. Di antara nilai realisasi tersebut terdapat realisasi Belanja Jasa, Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bontang sebesar Rp6.617.800.000,00 atau 96,65% dari total anggaran sebesar Rp6.847.500.000,00.
Hasil pemeriksaan atas dokumen perencanaan dan pelaksanaan Belanja Jasa, Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan yang berupa pembayaran kepada media online atas pemberitaan kegiatan pada Sekretariat DPRD menunjukkan sebagai berikut.
- Perencanaan anggaran Belanja Jasa, Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan Dalam DPA/DPPA Sekretariat DPRD atas belanja tersebut diketahui sebagai berikut.
1) Sekretariat DPRD dalam menyusun kriteria belanja publikasi melalui media online dalam DPA/DPPA berdasarkan kriteria yang disampaikan oleh Dinas Kominfo secara lisan. Adapun kriteria belanja publikasi tersebut dibagi dalam tiga kategori:
- a) Kategori 1 dengan kriteria viewer 000 – 1.500 per tayang per berita seharga Rp450.000,00;
- b) Kategori 2 dengan kriteria viewer 501 – 2.000 per tayang per berita seharga Rp550.000,00; dan
- c) Kategori 3 dengan kriteria viewer 001 – 20.000 per tayang per berita seharga Rp850.000,00.
Sekretariat DPRD mengalokasikan belanja tersebut dengan mengambil kriteria kategori 3 dengan kriteria viewer 2.001 – 20.000 per tayang per berita seharga Rp850.000,00.
2) Telah menyebutkan nama media online yang akan melaksanakan kegiatan beserta jumlah pagu dan frekuensi pemberitaan pada kegiatan tersebut. Penjelasan Kepala Sub Bagian Program dan Keuangan Sekretariat DPRD diketahui bahwa daftar rincian yang diberikan TAPD tersebut telah merincidaftar paket/item, besaran nilai anggaran per paket, nama media yang ada dalam rincian, koefisien, satuan dan harga serta jumlah paket per media. Selanjutnya setelah mendapat persetujuan dari Sekretaris DPRD, Sub Bagian Program dan Keuangan Sekretariat DPRD melakukan penginputan ke aplikasi SIPD.
- Pelaksanaan Belanja Jasa, Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan belanja tersebut menunjukkan sebagai berikut.
1) Dalam perjanjian kerja sama pelaksanaan Belanja Jasa, Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan antara Sekretariat DPRD dengan media online, tidak terdapat spesifikasi yang mensyaratkan jumlah viewer dan tidak terdapat dokumen pengecekan atas jumlah viewer tersebut pada saat pelaksanaan pembayaran;
2) Pemeriksaan lebih lanjut terhadap 35 media online menunjukkan bahwa media online tersebut jumlah pembaca/viewer dalam satu bulannya di bawah angka 2.001. Nilai pembayaran kepada media yang tidak mencapai angka tersebut sebesar Rp2.725.950.000,00.
Berdasarkan penjelasan PPTK terkait dengan pelaksanaan pengadaan Belanja Jasa, Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan diketahui hal-hal sebagai berikut.
- Nilai pembayaran per posting pada masing-masing media dinilai sama tanpa membedakan jenis/kapasitas media dan jangkauan pembaca/viewers;
- Tidak dilakukan analisis traffic dan audience sebagai pertimbangan penunjukan media online;
- Kontrak yang dibuat antara Sekretariat DPRD dan media online, tidak terdapat spesifikasi jumlah viewer. Sementara di Kontrak hanya menyebutkan jumlah artikel yang harusditayangkan dan harga satuan per artikel. Spesifikasi teknis hanya menyebutkan “tayang berita advertorial berisi liputan kegiatan DPRD Kota Bontang di Sekretariat maupun di luar kantor”;
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah:
1) Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa “Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan”.
2) Pasal 22 ayat (3) huruf g menyatakan bahwa “Tim Anggaran Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan verifikasi rancangan DPA SKPD dan rancangan perubahan DPA SKPD”;
3) Pasal 97 ayat (1) menyatakan bahwa “Penyusunan RKA SKPD dengan menggunakan pendekatan penganggaran berdasarkan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c berpedoman pada:
- a) indikator Kinerja;
- b) tolok ukur dan Sasaran Kinerja sesuai analisis standar belanja;
- c) standar harga satuan;
- d) rencana kebutuhan BMD; dan
- e) Standar Pelayanan Minimal”.
4) Pasal 101 ayat (3) menyatakan bahwa “Dalam hal hasil verifikasi TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian, Kepala SKPD melakukan penyempurnaan”.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah pada Lampiran Bab III huruf B.1.h.3) menyatakan bahwa “Penganggaran berdasarkan kinerja dengan memperhatikan:
1) Keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari sub kegiatan;
2) Hasil dan manfaat yang diharapkan; dan
3) Efisiensi dalam pencapaian Hasil dan Keluaran”.
- Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021 pada Lampiran III tentang Rincian Perubahan APBD Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi, Program, Kegiatan, Sub Kegiatan, Kelompok, Jenis Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.
Hal tersebut mengakibatkan:
- menutup kesempatan penyedia jasa lain untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan; dan
- pemborosan keuangan daerah atas Belanja Jasa, Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan sebesar Rp2.725.950.000,00.
Hal tersebut disebabkan oleh:
- Sekretaris DPRD tidak cermat dalam melaksanakan penganggaran kegiatan publikasi dan dokumentasi; dan
- Belum terdapat kriteria dan spesifikasi yang jelas untuk pelaksanaan belanja publikasi melalui media online.
Atas temuan pemeriksaan tersebut, Sekretaris DPRD Kota Bontang sependapat dengan BPK. Sekretaris DPRD akan lebih selektif lagi dalam memilih media online dan akan terlebih dahulu melakukan analisis kebutuhan atas belanja jasa iklan/reklame yang lebih mendalam dan akurat secara menyeluruh sehingga ke depannya output yang dihasilkan akan memberikan manfaat yang berbanding lurus dengan efisiensi yang dilaksanakan.
Terpisah Eko Yulianto, S.H. Walikota LIRA mengungkapkan, pihaknya telah mengantongi 52 nama media online dimaksud berikut orang-orang dibelakangnya dan siap bekerjasama dengan aparat hukum terkait guna melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“iya saya pegang datanya, nama media online berikut nama-nama penanggung jawabnya” demikian ujarnya.
Dengan jumlah viewers yang masih rendah dibawah standar sejatinya media online tersebut tidak memiliki kredibilitas yang cukup untuk berhak menerima pembayaran itu, sehingga wajib mengembalikan uang yang telah diterima tersebut ke Kas Negara.
Sangat menyedihkan ketika kita mendapati kenyataan bahwa saat ini sebagian dari ke 52 media online tersebut telah non aktif, dan sebagian lagi ditemukan fakta terdapat beberapa media online yang dikelola hanya oleh beberapa orang yang sama. Untuk itu hendaknya pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan sejumlah media online khususnya di Kota Bontang, lakukan penertiban, pengawasan dan pembinaan khusus terhadap mereka, agar menjadi media pemersatu bangsa yang bermanfaat untuk masyarakat, bukan hanya menjadi corong bagi pejabat, demikian pungkasnya.
Penerapan Hukum :
Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Pasal 2 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 3, Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 18 ayat (1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
- pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
- penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
- pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
Pasal 18 ayat (2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Pasal 18 ayat (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Pasal 55 (1) KUHP, Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Pasal 64 ayat (1) KUHP, Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(Sumber: LHP BPK TA.2021)