Jakarta, LiraNews.com – Suhu politik makin memanas menjelang berakhirnya pemerintahan Jokowi yang sudah di depan mata.
Salah satunya adalah terancamnya posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil presiden terpilih di Pilpres 2024.
Gibran potensial batal dilantik sebagai Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto, karena pencalonannya bisa dianggap cacat hukum.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus, yang menilai proses Gibran menjadi cawapres bisa dinyatakan cacat hukum, karena tidak memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang.
Pernyataan Deddy Sitorus ini menanggapi adanya gugatan ke PTUN, terhadap keputusan perpanjangan masa kepengurusan serta penambahan personel DPP PDIP yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Deddy, gugatan itu salah alamat. Kenapa salah alamat? karena dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai, diberikan hak prerogatif kepada Ketua Umum untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan organisasi dan segala macam.
Nah, Deddy mengingatkan bahwa klausul dalam AD/ART PDIP itu pula lah yang dipakai ketika PDIP melakukan percepatan kongres pada 2019 di Bali.
“Jadi pada waktu itu juga dilakukan hal yang sama, dan tidak ada masalah hukum. Tidak ada masalah apa pun karena itu kewenangan yang diberikan kongres kepada ketua umum, begitu,” jelas Deddy.
Lantas, apa kaitannya dengan pembatalan Gibran sebagai wapres terpilih 2024 lalu?
Deddy menerangak, jika logika para penggugat PDIP dan aktor-aktor di belakang layar itu dipakai, maka Gibran itu tidak mungkin sah menjadi wakil presiden.
Karena apa? Karena percepatan kongres dan pengesahan kepengurusan pada tahun 2019 itu, juga dengan dasar keputusan AD ART yang sama dengan saat ini.
“Jadi kalau ini mau dibatalkan, gitu ya, berarti yang dilakukan pada 2019 salah dong… Kalau salah maka penunjukkan Gibran sebagai Wali Kota Solo pada 2020 itu cacat hukum,” tegas Deddy.
Efek dominonya adalah, kalau pencalonan Gibran sebagai Wali Kota Solo cacat hukum, maka dia tidak layak menjadi wakil presiden.
“Karena untuk menjadi calon wakil presiden waktu itu, dia harus memenuhi syarat yang ditentukan MK, yaitu pernah atau sedang menjabat kepala daerah,” jelas Deddy.
Jadi, Deddy menyebut masalah ini implikasinya panjang. Dan hal ini mungkin tanpa dipikirkan dan tidak disadari oleh orang-orang yang mendorong proses gugatan terhadap PDIP ke PTUN.
“Mungkin mereka gak pikir. Dan kami tau orang-orang yang ada di belakang mendorong proses ini adalah orang-orang yang memang dulu bersama PDIP,” jelas Deddy.
Ia menduga orang-orang ini mungkin ingin melakukan langkah-langkah politik di ujung masa pemerintahan Jokowi, untuk mendapatkan kredit atau memang sekedar untuk merong-rong PDIP.
“Tapi jangan takut, kami tidak takut. Justru orang orang yang ada di belakangnya itu yang harus takut. Karena konsekuensinya besar dan kami pasti tidak akan tinggal diam. Oke,” tuntas Deddy Sitorus.