Jakarta, LiraNews – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mewanti-wanti agar pengangkatan penjabat tidak dimanfaatkan pemerintah atau rezim yang sedang berkuasa maupun titipan parpol manapun agar bisa menjadi tim sukses pemenangan Pemilu 2024.
Menurut Guspardi, penyerentakan pilkada pada tahun 2024 seharusnya menjadi warisan atau legacy dari rezim agar memastikan penugasan pejabat kepala daerah tidak tercampur dengan kepentingan politik praktis dan diharapkan orang yang ditunjuk adalah aparatur sipil negara (ASN) yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan netral.
”Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2024 tentang Aparatur Sipil Negara telah mengatur ASN harus netral, tidak boleh berpolitik praktis. Jangan lagi ada titipan dari parpol tertentu. Ini juga menjadi ujian bagi Mendagri apakah beliau kuat dalam menyikapi seretan-seretan upaya yang dilakukan para petinggi partai untuk menitipkan orang-orangnya di jabatan tertentu,” kata Guspardi kepada para awak media, Selasa (8/8/2023).
Politisi PAN ini berharap, pemilu ke depan dapat menghadirkan demokrasi yang substantif, jangan hanya bersifat prosedural, seremonial, dan periodik semata.
Guspardi pun meminta proses penunjukan penjabat kepala daerah dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Nama-nama calon yang diusukan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Pusat harus diumumkan secara terbuka sehingga bisa dipastikan figurnya netral dan tidak terindikasi kekuatan politik mana pun,” ujar Anggota Baleg DPR RI ini.
Makanya, imbau Guspardi, publik harus diberi ruang mengawal dan bisa berpartisipasi memberi masukan mengenai rekam jejak calon.
“Termasuk mengawasi calon pejabat kepala daerah yang berasal dari mantan anggota TNI/ Polri, jangan sampai terulang kembali sehingga akan menimbulkan polemik nantinya,” tukas Guspardi.
Oleh karena itu, tambah Legislator asal Dapil Sumbar 2 ini, Mendagri harus mampu menyikapi masalah ini secara profesional dan proporsional dan memastikan orang yang ditunjuk itu berintegritas dan punya kapasitas.
“Kalau ternyata pejabat kepala daerah yang di tunjuk tidak netral, tentu akan menjadi catatan sejarah penunjukan kepala daerah merusak demokrasi sehingga hasil pemilu tidak legitimate,” pungkas Guspardi Gaus.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan menilai, selama ini pemerintah menjalankan proses penunjukan dan pengangkatan penjabat kepala daerah sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Menurut Benni, tidak ada aspek yang dilanggar dan salah dalam proses penunjukan itu. Sebab, penjabat adalah jabatan penugasan dari pejabat pembina kepegawaian (PPK) atau atasan ASN kepada bawahannya.
”Penjabat kepala daerah bukan pemilihan kepala daerah definitif seperti pilkada langsung. Oleh karena itu, memang tidak ada partisipasi publik langsung seperti pilkada,” kata Benni.
Benni justru meminta publik mengawasi bersama-sama baik proses ataupun kinerja para penjabat.
Menurut Benni, untuk pengisian penjabat kali ini, akuntabilitas dan transparansinya sudah dibenahi melalui regulasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023.
Di situ bisa dilihat proses penunjukan sesuai alurnya. Masyarakat bisa mengawasi sesuai beleid tersebut. Siapa pun yang ditugasi oleh Presiden harus memastikan pemilu berjalan dengan baik,” ucap Benni Irwan.