Jakarta, LiraNews.com – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali Mahdi Alhamid mengaku miris, karena Pemerintah Indonesia seperti baru melek tentang Pancasila, sehingga begitu kagum dengan negara-negara Timur Tengah yang kini menyuarakan kebebasan, persamaan hak, toleransi, dan perdamaian.
“Indonesia dengan Pancasila itu harusnya menjadi role model bagi negara-negara lain di dunia. Khususnya di timur tengah. Seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, termasuk Qatar yang baru melek tentang sikap moderat, persamaan hak, dan demokrasi. Bukan kita yang belajar soal itu, tapi mereka yang meniru kita,” kata Habib Syakur kepada awak media, Sabtu (20/4/2024).
Habib Syakur menegaskan, arab Saudi yang kini memilih jalan moderat dan. toleransi tidak lain karena mengadopsi Pancasila khas Indoensia. Demikian juga UEA.
Suka atau tidak suka, Habib Syakur menilai Indonesia telah ditiru oleh UEA, yang menempatkan posisi dan porsi toleransi dalam lembaga dan kementerian khusus di negaranya. Sementara Indonesia tidak punya, tapi sudah menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.
“UEA melakukan gebrakan mengikuti momentumnya Indonesia. Lha, seharusnya kita bangsa Indonesia ingat kita punya Pancasila. Tapi kok pemerintah Indonesia malah lupa diri. Terlalu percaya dan membentuk opini berlebihan bahwa negara lain juga toleransi. Padahal negara lain menyontohkan Indonesia yang punya Pancasila. Kebanggaan kita sebagai bangsa besar kok malah luntur,” ungkap Habib Syakur.
“Mental (rendah diri) seperti inilah, yang akan dikristakusasi dunia luar.
Budaya Bhinneka tunggal Ika, gotong royong malah dianggap tidak ada. Padahal itu melekat dalam jati diri bangsa Indonesia,” lanjutnya.
Dengan pemahaman itu, Habib Syakur menyarankan agar semua pihak, khususnya pemerintah harus kembali menjadi insan Indonesia sejati. Yakni memahami dan mendalami kehidupan Pancasila.
Secara implementatif, Habib Syakur meminta agar jangan beri ruang kepada kelompok-kelompom yang merusak Pancasila. Seperti ajaran khilafah, daulah islamiah, Wahabi, salafi dan sejenisnya yang justru menyusup ke Indonesia.
“Sikap anti radikalisme, intoleransi, khilafah, wahafi, salafi dan sejenisnya itu harus diperangi. Dan jangan cuma slogan, tapi harus tindakan nyata,” tegasnya.
Menurut Habib Syakur, negara-negara timur tengah baru belajar tentang toleransi, kebebasan, dan persatuan, sementara Indonesia sejak awal berdiri sudah melaksanakan itu semua. Sayangnya belakangan ini kok pemerintah malah melupakan itu semua.
“Yang lucunya lagi, Pemerintah malah kagum pada negara yang baru belajar, seolah melupakan jati diri bangsa. Melupakan kita punya Pabcasila. Pilpres sudah selesai masih gontok-gontokan padahal kita punya asas gotong royong, musyawarah mufakat, serta bhinneka tunggal ika. Kan nilai-nilai kemanusiaan ada dalam Pancasila, gotong royong, permusyawaratan, persatuan, keadilan sosial itu semua ada di Pancasila. Lha kok kita malah minder dan seperti diajari negara lain yang baru belajar,” kata Habib Syakur.
Jika mau jujur, Habib Syakur menyebut sebenarnya dunia internasional iri dengan Indonesia yang punya Pancasila. Tapi kok sepertinya pemerintah malah mengagumi dunia internasional yang baru menggelorakan toleransi, harmoni kebangsaan dan perbedaan untuk persatuan. Indonesia sudah khatam soal seperti itu karena sudah ada di Pancasila sebagai dasar negara.
“Negara-negata lain di dunia tak mampu menyelesaikan persoalan dalam negeri mereka sendiri kok. Sementara kita Indonesia bisa menyelesaikan persoalan bangsa kita dengan Pancasila sejak awal berdiri. Kita satu negara dengan ribuan suku, adat, budaya, dan bahasa. Makanya kita bhinneka tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu,” jelasnya.
Hal terpenting yang juga harus diingat, Habib Syakur menyebut betapa Bung Karno dulu membentuk gerakan non-blok, karena ingin menyatukan dunia dan menjadikan negara Indoensia sebagai bangsa besar yang mempersatukan dunia.
“Pada masa Bung Karno, kita ini menjadi contoh dunia. Dulu jaman Bung Karno negara lain masih negara kecil yang belum terkenal. Seperti China, Korea, dan negara-negara timur tengah itu belum ada apa-apanya. Lha, sekarang kok kita (Indonesia) malah dipandang sebelah mata. Dianggap sebagai negara yang memerlukan uluran bantuan dunia luar untuk bersatu, hanya gara-gara alasan pembangunan,” tukasnya.
Nyambung dengan konflik geopolitik perang Israel vs Iran dan Palestina, Habib Syakur menegaskan sikap Indonesia harus konsisten pada konstitusi. Bahwa Indonesia anti penjajahan, persamaan derajat serta kemerdekaan bagi negara-negara dindunia.
“Dalam konteks ini, maka Indonesia harus tetap memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan tetap mengedepankan perdamaian. Rolenya Indoensia mempersatukan bangsa bangsa di dunia. Anti-penjajahan. Itu semua ada termaktub jelas dalam pembukaan UUD 45, dari alinea pertama sampai terakhir. Baca lagi dan resapi itu,” tuntas Habib Syakur.