Jakarta, LiraNews — Hakim Mahkamah Konstitusi mengatakan, bahwa jika tidak punya data akan gulung tikar, saat KPUD Jember diminta menghadirkan Data Pembanding, dimana data Pemohon dan data Bawaslu sama, sedangkan Data dari KPU tidak dibawa.
Pernyataan menarik ini terjadi saat sidang lanjutan Mahkamah Konstitusi gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019 di Daerah Pemilihan Jember 3, yakni di Kecamatan Sumbersari, Jawa Timur pada hari selasa 23 Juli. Gugatan itu diajukan oleh Partai Persatuan Indonesia (Perindo) selaku pemohon.
Saksi pemohon, M. Farid Wajdi menuturkan telah terjadi peningkatan perolehan suara yang signifikan dari Partai Demokrat di Kecamatan Sumbersari. Akibat hal itu, ia menyebut Perindo tidak mendapatkan kursi terakhir di DPRD.
“Perindo semestinya 12.600-an, Demokrat 11.900-an kemudian meningkat menjadi 12 ribu, pokoknya selisih 151 dari suara kami. Angka pastinya (Saya) lupa,” ujar Farid di Gedung MK, Jakarta,
Selain soal kursi, Farid mengklaim pihaknya tidak pernah mendapatkan formulir DAA1 (kelurahan/desa) hingga penghitungan suara di Kabupaten. Hal serupa, kata dia, juga dialami oleh Bawaslu.
Karena persoalan itu, Farid menyatakan Bawaslu sempat meminta KPU untuk membuka dan merekapitulasi ulang DAA1. Namun, perintah itu ditolak KPU lantaran pihaknya tidak memiliki form DAA1 yang akan digunakan sebagai pembanding jika suara dihitung ulang.
Farid mengklaim hanya memiliki data dari saksi yang ditempatkan di Tempat Pemungutan Suara.
Terkait hal itu, Hakim MK Arief Hidayat sempat meminta penegasan Farid soal kepemilihan form DAA1.
“Anda tidak membawa DAA1?” ujar Arif.
“DAA1 sampai detik itu tidak ada yang mendapatkan, termasuk Bawaslu sendiri saya tanya tidak mendapatkan DAA1 sampai penghitungan di Kabupaten,” jawab Farid.
Kesaksian saksi termohon lewat video conference
Dua saksi KPU memberikan kesaksian lewat video conference. Meski tak hadir ke MK, para saksi itu tetap diminta mengucap sumpah di bawah Alquran yang dipandu oleh Ketua MK Anwar Usman.
Dalam keterangannya, Yuli selaku saksi termohon yang menjabat sebagai PPK Sumbersari menyampaikan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan yang dilakukan oleh KPU sudah sesuai presedur.
Dalam proses itu, Yuli membenarkan bahwa saksi Perindo hadir di setiap panel. Namun, Yuli mengaku tidak mengenal saksi Perindo yang bernama Ischak Tadolakost. Sebab, ia menyebut Ischak merupakan caleg Perindo dan tidak pernah berkomunikasi dengannya.
“Beliau caleg (Perindo) nomer urut 3,” ujar Yuli.
Mengetahui hal itu, Arief lantas mengorfirmasi kepada Ischak.
“Bagaimana itu Anda bukan saksi mandat, tapi Anda caleg? Yang betul yang mana ini Pak Ischak,” tanya Arief.
“Berdiri Anda, ini bisa jadi masalah ini,” ujarnya mempertegas.
Menjawab pertanyaan itu, Ischak membenarkan bahwa dirinya merupakan caleg. Akan tetapi, ia mengaku mendapat mandat dari partai untuk juga menjadi saksi. Bahkan dia menegaskan hadir dalam rekapitulasi di tingkat PPK.
Padahal saat Pleno di kecamatan saksi termohon dan saksi pemohon berada di bilik yang sama di pleno 1 seperti yang terungkap dari pernyataan termohon, yang diakui aru kenal di persidangan ini
“Jadi kita dikasih satu surat mandat itu isinya tiga orang,” ujar Ischak.
Kembali dalam penjelasannya, Yuli menegaskan KPU melaksanakan rekomendasi Bawaslu untuk merekapitulasi ulang DAA1. Dalam prosenya, ia mengklaim tidak ada perbedaan suara, yakni suara Perindo 2.630 suara. Sementara Demokrat sebanyak 4.373 suara.
“Memang Perindo melakukan keberatan. Namun karena kami sudah melaksanakan rekomendasi dari Bawaslu jadi kami menganggap sudah selesai,” ujar Yuli.
Adapun soal tudingan tidak memberikan form DAA1, KPU membantah. Sebab, KPU mengklaim telah memberikan DAA1 kepada pemohon hingga Bawaslu.
Ketika kembali kerang sidang ada joko ringan dari sang Hakim,bahwa ibu ibu tidak pernah bohong,kalau bapak bapak sering bohong, bohongi istrinya.
Merespons jawaban KPU, Bawaslu Kabupaten Jember menyatakan rekomendasi tidak dilakukan dengan tuntas. Bawaslu menyebut dalil yang diajukan oleh pemohon tidak tuntas dilaksanakan KPU.
“Memang bahwa pihak termohon sudah melaksanakan rekomendasi yang kami berikan. Akan tetapi rekomendasinya tidak sampai tuntas,” ujar Purnomo selaku kuasa hukum Bawaslu.
Ada hal yang menarik ketika hakim meminta membandingkan data versi pemohon. Bawaslu dan termohon dimana data pemohon dan Bawaslu sama yaitu Perindo memperoleh 2.382 dan Demokrat memperoleh 3.443 sedangkan dari pihak termohon KPU tidak membawa data, sehingga terlontar istilah Gulung Tikar
“lain kali data harus dibawa, pungkas Hakim
Terkait seluruh keterangan itu, majeliskn hakim MK menilai cukup.
“Cukup ya, nanti kami yang menilai perolehan suara mana yang benar,” ujar Arief Hidayat. LN- JON