Jakarta, LiraNews – Kebijakan pemerintah menaikan harga BBM non-subsidi pada Sabtu (12/2/2022), dinilai Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto tidak tepat.
“Dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang harusnya pemerintah lebih banyak memberikan bantuan kepada masyarakat agar daya beli dan kondisi ekonomi mereka lebih baik. Bukan malah menambah beban baru yang membuat kehidupan mereka lebih susah,” kata Mulyanto, Senin (14/2/2022).
Mulyanto menyebut, saat ini kasus positif harian Covid-19 varian Omicron sedang tinggi, melebihi puncak persebaran Covid-19 varian Delta di Juli 2021.
“Harusnya pemerintah dapat memahami kondisi itu dengan tidak membuat kebijakan yang makin memberatkan,” saran Wakil Ketua F-PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Menurut Mulyanto, pemerintah seperti tidak punya perasaan.
“Di saat masyarakat sedang kesulitan menghadapi Omicron malah menaikan harga BBM. Meskipun itu adalah BBM yang tidak disubsidi pemerintah,” jelas Mulyanto.
Artinya, sambung Mulyanto, pemerintah memandang masyarakat sebagai pasar untuk mendapatkan keuntungan, bukan sebagai warga negara yang perlu dilindungi dan dipenuhi kebutuhan hidupnya.
Mulyanto menyatakan harga BBM di Indonesia saat ini sudah sangat mahal.
“Sebagai pembanding, harga BBM RON 95 di Malaysia dijual dengan harga setara Rp7.051/liter. Sedangkan RON 97 dijual dengan harga setara Rp10.735/liter,” sebut Anggota Baleg DPR RI ini.
Sementara di Indonesia, ungkap Mulyanto, BBM RON 92 dibanderol dengan harga Rp 9.000-9.400/liter, sedangkan jenis Pertamax Turbo dengan RON 98 dijual seharga Rp 12.000-12.400/liter.
“Pemerintah nyaris tidak punya alasan yang tepat untuk menaikan harga BBM bersubsidi sekarang. Selain karena pandemi yang sedang meningkat, dulu waktu harga minyak dunia turun, Pemerintah tidak menurunkan harga BBM di dalam negeri,” terang Mulyanto.
Jadi, tambah legislator asal Dapil Banten 3 ini, sangat tidak adil kalau sekarang Pemerintah serta-merta menaikan harga jual BBM nonsubsidi ketika harga minyak dunia naik.
“Pemerintah seperti tidak hadir dalam urusan ini. Soal ini diserahkan pada mekanisme pasar. Pemerintah jangan berbisnis dengan rakyat,” imbuh Mulyanto.