JAKARTA, LIRANEWS.COM | Model dan figur publik Paula Verhoeven kembali mengambil langkah hukum serius dengan melaporkan penyebaran data pribadinya yang tercantum dalam salinan kesimpulan sidang cerai dengan Baim Wong.
Melalui tim kuasa hukum, Paula melayangkan laporan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA), menyoal kebocoran eksekusi yang belum inkrah dan memuat informasi sensitif, termasuk tuduhan tak berdasar terkait kondisi kesehatannya.
Paula Verhoeven menjadi sorotan publik bukan hanya karena perceraiannya dengan aktor sekaligus pencipta konten Baim Wong, tetapi juga karena upaya gigihnya menuntut keadilan melalui jalur yang konstitusional.
Dalam langkah terbarunya, Rabu 23 April 2025, Paula melaporkan hakim dan aparat pengadilan yang diduga lalai menjaga kerahasiaan dokumen hukum. Salinan putusan sidang yang belum resmi diumumkan, tiba-tiba beredar luas di media sosial dan forum daring, lengkap dengan nama lengkap, status hukum, dan informasi medis pribadi yang diduga mencemarkan nama baiknya.
Salah satu informasi paling sensitif dalam dokumen itu adalah tuduhan bahwa Paula mengidap HIV, sebuah klaim yang tidak memiliki dasar medis sah dan tidak pernah disampaikan secara terbuka dalam proses persidangan.
Penyebaran dokumen ini memicu kehebohan di masyarakat dan membuat Paula merasa integritasnya sebagai ibu, perempuan, dan warga negara tercoreng.
“Ini bukan hanya pelanggaran etika hukum, tapi juga pelanggaran hak asasi manusia,” ujar kuasa hukum Paula dalam konferensi pers di Jakarta, seraya menunjukkan sejumlah bukti penyebaran informasi ilegal tersebut di berbagai platform digital.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, setiap penyebaran informasi pribadi tanpa persetujuan adalah tindakan pidana. Tim hukum Paula menegaskan bahwa lembaga peradilan seharusnya menjadi pelindung terakhir hak privasi warga negara, bukan malah menjadi celah bocornya rahasia yang melukai martabat individu.
Kuasa hukum Paula juga menilai bahwa publikasi dokumen sebelum waktunya bertentangan dengan asas kehati-hatian dan etika dalam dunia hukum. Bahkan, informasi tersebut belum final karena putusan belum berkekuatan hukum tetap (inkrah). Akibatnya, persepsi masyarakat pun langsung terbentuk tanpa pembuktian sah, dan Paula terlanjur mengalami kerugian sosial yang mendalam.
Paula mengaku terpukul atas reaksi publik, terutama karena dua anaknya, Kiano dan Kenzo, juga menjadi sorotan. Ia khawatir dampak psikologis dari pemberitaan miring ini akan membekas di benak anak-anaknya.
“Saya bukan hanya memperjuangkan nama saya, tapi juga menjaga kesehatan mental anak-anak saya yang mungkin belum mengerti apa yang sedang terjadi. Tapi mereka bisa membaca wajah saya yang lelah dan terluka,” kata Paula dalam pernyataan emosionalnya.
Selain melaporkan ke Bawas MA, pihak Paula juga mempertimbangkan untuk menempuh jalur pidana terhadap individu atau pihak-pihak yang pertama kali menyebarkan salinan putusan yang mencantumkan informasi pribadi tersebut.
Mereka menekankan bahwa siapa pun pelakunya harus bertanggung jawab secara hukum, agar praktik serupa tidak kembali terjadi pada warga negara lain yang tengah mencari keadilan melalui jalur peradilan.
Sementara itu, Bawas MA dikabarkan tengah menelaah laporan yang masuk dan membuka peluang pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Komisi Yudisial juga disebut tengah memonitor perkembangan perkara tersebut mengingat Paula juga sebelumnya melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim dalam perkara e-court cerainya.
Kasus yang menimpa Paula Verhoeven menjadi momentum penting dalam menegaskan bahwa integritas peradilan tidak hanya diukur dari keadilan formal dalam vonis, tetapi juga dari bagaimana lembaga hukum menjaga, keamanan, dan melindungi setiap pihak yang berperkara. Di era digital, privasi bukanlah kemewahan—melainkan hak asasi yang harus dijamin oleh semua institusi negara, termasuk peradilan.
Jika tidak, maka proses hukum akan berubah menjadi panggung yang membuka luka, alih-alih ruang penyelesaian yang adil dan menguntungkan.
Kolom Komentar