Namlea, LiraNews – Kejaksaan Negeri (Kejari) Namlea, tidak patut dijadikan contoh sebagai lembaga pem beri rasa keadilan. Bahkan untuk sekedar memberikan rasa hormat sebagai penyidik yang berkwalitas, rasax jauh dari harapan.
Dalam kasus Setda Buru, yang menjerat Ahmad Assagaf, mantan Sekda, ada sejumlah dana yang diberikan kepada Kejari Namlea. Dana yang di berikan merupakan bagian dari dugaan penyimpangan atas belanja perawatan kendaraan bermotor, belanja sewa sarana mobilitas & sewa perlengkapan dari peralatan kantor.
“Ketiga belanja ini yang bernilai Rp. 11,1 miliar merupakan belanja yang dianggarkan lebih tinggi dari pagu yang tersedia,” ujar Gubernur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating.
Data yang ada pada LSM LIRA Maluku, ungkapnya, dari dana penyimpangan sebesar Rp. 11,1 M tsb, Kejari Namlea mendapat jatah Rp. 20 juta setiap bulan. Jika dihitung secara kasar saja ketika kasus ini mulai terkuak di thn 2016, hingga berakhir jabatan Sekda di thn 2018, maka dana yang di terima Kejari Namlea selama 3 tahun adalah sbsr Rp. 720 juta ( 3 × 12 × Rp. 20 jt ).
Dalam data ini juga disebutkan bahwa pemberian ini atas perin tah dari Bupati Buru, Ramly Umasugi S.Pi, MM.
Tidak jelas apa maksud & tujuan dari Pemkab untuk memberikan sejumlah dana ini kepada pihak Kejari.
“Namun yang jelas ketika pemberian semacam itu diterima, apapun maksud & tujuannya maka hal itu telah melanggar sumpah atau janji seperti yang tercantum dalam UU no. 16 thn 2004 tentang Kejaksaan RI,” sebutnya.
Dalam pasal 10 ayat 2 pada alinea akhir : ” bahwa saya untuk atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Dengan menerima pemberian dimaksud, maka Kejari Namlea telah melakukan sebuah pelanggaran atas UU. Atas pelanggaran ini harus ada sanksi tegas.
Kajati Maluku Roroga Zega SH sebagai atasan, tidak boleh berdiam diri atas kasus ini.
“Langkah awal adalah meminta pertanggungan jawab dari Kajari Namlea, sebagai pihak penerima. Sehingga dapat di ketahui apa motif sesungguhx atas pemberian tsb,” kata Jan.
Apakah pemberian itu untuk institusi atau pribadi orang per orang. Jika itu tidak dilakukan, maka Kajati dapat dinilai ikut merespon apa yang telah di lakukan aparat bawahannya.
“Dengan adanya kejadian seperti ini, dapat diduga bahwa korps Adyaksa mudah sekali untuk diajak menerima pemberian,” cetusnya.
Satu hal lagi yang sangat disesalkan, bahwa JPU Ahmad Attamimi tidak pernah menghadirkan dari pihak Kejari Namlea sebagai saksi untuk bisa menjelaskan apa sesungguhnya maksud pemberian dana tsb.
Padahal dalam sidang2 yang dilakukan, semua penerima dana dalam kasus ini telah dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangan.
“Dalam kasus ini ada diskriminasi terhadap penegakan hukum. Padahal untuk menegakannya semua orang sama di depan hukum, siapapun dia tidak pan dang atasan atau pejabat ter tentu.
Kelak kalau kasus seperti ini tidak mendapat perhatian dari Kajati Maluku, kami akan lapor kanx ke Jaksa Agung,” tegas Jan Sariwating. LN-TIM