Jakarta, Liranews – Tingginya tingkat kepercayaan publik (approval rating) terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menular hingga level menteri.
Hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia diketahui, nama Menteri Keuangan Sri Mulyani mendapat respons positif dari masyarakat.
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, kinerja Sri Mulyani dalam Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mendapatkan respons positif dari masyarakat.
“Sri Mulyani mendapat sorotan menarik karena dukungan setuju dari publik atas apa yang dia lakukan di Satgas BLBI,” kata Burhanuddin saat menyampaikan hasil survei bertajuk Pemulihan Ekonomi Pasca Covid, Pandemic Fatigue, dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024 secara virtual di Jakarta, Minggu (9/1).
Dari masyarakat yang mengetahui Satgas BLBI, mayoritas sangat setuju dengan kebijakan dibentuknya Satgas tersebut untuk menarik kembali aset negara. Sekitar 64% yang menyatakan dukungannya kepada Satgas.
Keberhasilan Satgas BLBI menyita beragam aset milik mereka yang tersandung kasus BLBI bernilai triliunan, dinilai Burhanuddin menjadi faktor utama tingginya dukungan masyarakat terhadap kinerja Sri Mulyani.
Jelang pergantian tahun, Satgas BLBI kembali menyita aset tanah sebanyak 587 bidang milik Grup Texmaco di lima daerah, dengan total aset yang disita seluas 4,7 juta meter persegi. Adapun lima wilayahnya yakni Subang, Sukabumi, Pekalongan, Batu, dan Kota Padang.
Dengan tambahan tersebut, Satgas BLBI setidaknya telah menyita aset tanah milik para obligor dan debitur sekitar 13,12 juta meter persegi, atau 1.312 hektare.
“Upaya Satgas BLBI menyita aset dari mereka yang tersandung kasus BLBI berdampak dukungan masyarakat,” ujar Burhanuddin.
Selain Satgas BLBI, faktor lain yang memengaruhi tingginya tingkat dukungan publik terhadap kinerja Sri Mulyani adalah terkait pemenuhan realisasi target pajak. Mengutip data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga 26 Desember 2021 penerimaan pajak mencapai Rp 1.231,87 triliun.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan target dalam Undang-Undang APBN 2021 yang sebesar Rp 1.229,6 triliun. Menurut Burhanuddin, realisasi target pajak ini terjadi dalam kondisi pandemi covid-19.
“Seperti yang dialami negara-negara lain, pandemi covid-19 membuat perekonomian tertekan. Karenanya, keberhasilan memenuhi target pajak menjadi hal yang layak diapresiasi,” ungkap Burhanuddin.