KPA : Usut Tuntas Kasus Persekusi Anak Di Wakatobi Sultra, Sekolah Jangan Cuci Tangan

Jakarta, LiraNews — Segala bentuk penanaman paham-paham radikalisme, ujaran kebencian, kekerasan, penganiayaan dan persekusi di manapun tempatnya, di sekolah maupun di lingkungan sosial anak dan bahkan di rumah adalah tidak dibenarkan oleh hukum dan tindakan itu dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa apalagi menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan secara psikis, phisik, dan emosial terhadap korbannya.

Oleh sebab itu Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga atau institusi yang diberikan mandat untuk melakukan pembelaan dan perlindungan anak Indonesia, terhadap anak, kasus persekusi yang diduga dilakukan seorang siswi SMA di Kecamatan Wangiwangi berinial A terhadap seorang siswi SMA di Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara.

“Ini merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan melanggar hukum serta salah satu bentuk kekerasan atau “bullying” yang sesungguhnya tidak perlu terjadi dan pihak sekolah dan Dinas Pendidikan harus bertanggungjawab,” ujar Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait kepada sejumlah media di Jakarta Jumat (30/08/2019) .

Atas peristiwa persekusi ini, Komnas Perlindungan Anak memandang kejadian serius serta mendorong pihak sekolah untuk segera menyelesaikan masalah ini melalui pendekatan “keadilan restorasi” yang melibatkan pelaku dan korban agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di lingkungan sosial anak bahkan di lingkungan sekolah.

Arist menjelas bahwa bersesuaian dengan UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UUU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Permendiknas Tahun 2018, lingkungan sekolah wajib menjadi zona anti segala bentuk kekerasan , bullying dan persekusi baik yang dilakukan sesama peserta didik, pengelolah sekolah, guru baik guru reguler maupun non reguler, maupun penjaga sekolah.

Oleh sebab itu atas peristiwa persekusi yang dilakukan A, Pihak sekolah harus bertanggungjawab secara hukum. Dengan demikian atas peristiwa tindakan persekusi yang dilakukan A ini, pihak Sekolah tidak dibenarkan “cuci tangan”; dengan hanya memberi sanksi mengeluarkan pelaku atau memberhentikan pelaku dari sekolah.

Lebih jauh Arist menjelaskan bahwa ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor : 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mewajibkan lingkungan sekolah menjadi zona Anti segala bentuk Kekerasan termasuk persekusi baik itu dilakukan oleh peserta didik, pengelola sekolah, guru baik itu guru reguler non-reguler, penjaga sekolah dan bahkan pengelola sekolah.

“Lingkungan sekolah wajib menjadikan sebagai lingkungan yang steril dari Kekerasan, penanaman paham-paham radikalisme, ujaran kebencian penganiayaan, kekerasan, bahkan persekusi,” tambah Arist.

Dalam video tersebut terlihat pelaku bersama teman-temannya mendatangi korban yang bukan satu sekolahnya di sebuah kamar kemudian mereka melakukan penganiayaan secara membabibuta.

Salah satu guru SMA di Wakatobi Syahril Ali membenarkan pelaku yang ada dalam video tersebut merupakan siswanya yang baru pindah.

“Iya benar dia siswi kami. Dia siswi pindahan dari sekolah lain,” terang Syahril, Kamis (29/8/ 2019) Kepada media.

Kepala SMA 4 Wa Ode Haryati mengatakan masalah tersebut akan diserahkan ke pihak sekolah untuk diselesaikan. Menurut dia apabila terbukti bersalah maka akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan sekolah dan jenis pelanggarannya. LN- RON

Related posts