Jakarta, LiraNews – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) cacat formil sehingga harus dibatalkan.
Hal ini terlihat dari sidang uji materil Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 17 Juni 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, DPR dan Pemerintah tak mampu menjawab berbagai isu yang dipersoalkan oleh KSPI melalui Pemohon Perkara Riden Hatam Azis dkk, Anggota KSPI, Nomor 6/PUU-XIX/2021.
“DPR dan Pemerintah bahkan cenderung mengada ada, dan buang badan dari pertanggung jawaban kepada buruh dan rakyat Indonesia,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis KSPI, Minggu (20/6/2021).
Said Iqbal mengatakan semua dalil, argumentasi, dan bukti-bukti yang diajukan oleh Anggota KSPI yaitu Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 oleh Riden Hatam Azis, tidak satu pun yang dibantah oleh DPR dan Pemerintah di dalam persidangan.
“Antara isi gugatan yang diajukan pemohon dengan penjelasan Pemerintah dan DPR tidak nyambung,” tegasnya.
Dengan tidak adanya bantahan dari DPR dan Pemerintah, lanjut Iqbal, maka secara ‘a contrario’ dapat dimaknai bahwa Pembentuk Undang-Undang, yaitu Pemerintah dan DPR-RI mengakui UU Cipta Kerja cacat formil karena dibentuk dengan tata cara dan prosedur yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
Oleh karena itu, Iqbal menegaskan KSPI meminta Hakim MK untuk menolak penjelasan dan jawaban Pemerintah dan DPR tersebut, serta meminta hakim MK untuk mengabulkan seluruhnya gugatan pemohon yaitu membatalkan keseluruhan isi pasal-pasal UU 11/2020 tenyang Cipta Kerja tersebut karena cacat formil dalam perencanaan dan proses pembuatannya.
Said Iqbal menambahkan, merujuk Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011, apabila satu UU bertentangan dengan UU lain, maka hal itu berarti bertentangan dengan kepastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dan oleh karenanya harus pula dinyatakan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”.