KPK kembali membongkar kasus suap impor pangan yang melibatkan anggota DPR dari Fraksi PDIP. Isu mafia pangan memang bukan isapan jempol belaka.
Jakarta, LiraNews— Mafia impor pangan terus saja beraksi. Pada Kamis (8/8) kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap 12 orang, salah satunya anggota Komisi VI DPR, Nyoman Dhamantra. Mereka melakukan transaksi suap impor bawang putih melalui money changer.
Transaksi itu melibatkan sejumlah pengusaha yang bergerak di bidang holtikultura atau pangan. Diduga, politisi PDI Perjuangan ini tidak hanya terlibat dalam kasus impor bawang putih, tetapi juga komoditas lain. “Yang teridentifikasi saat ini dan juga impor-impor produk holtikultura yang lain,” tutur juru bicara KPK, Febri Diansyah, usai OTT tersebut.
Saat OTT, KPK mengamankan sejumlah barang bukti. Salah satunya bukti transaksi perbankan dengan menggunakan money changer. Jumlah uang yang akan dikirimkan lebih dari Rp2 miliar. Selain itu, ada pula mata uang asing dalam bentuk US$. KPK menetapkan I Nyoman Dhamantra dan lima orang lainnya sebagai tersangka kasus ini.
Nyoman diduga menerima uang sejumlah Rp2 miliar untuk digunakan mengurus surat persetujuan impor. Selain Nyoman, Mirawati Basri, orang kepercayaan Nyoman dan Elviyanto sebagai pihak swasta juga ditetapkan tersangka sebagai pihak yang menerima suap. Ada pun tiga tersangka lain sebagai pihak pemberi suap, yaitu Chandry Suanda, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar.

Chandry Suanda alias Afung sebagai pemberi suap merupakan pemilik PT Cahaya Sakti Agro (PT CSA) yang bergerak di bidang pertanian. Perusahaan ini diduga memiliki kepentingan dalam mendapatkan kuota impor bawang putih untuk tahun 2019.
Ketua KPK, Agus Rahardjo, menyampaikan bahwa uang senilai Rp2 miliar tersebut merupakan uang muka untuk mengadakan transaksi rencana impor bawang putih. Diduga uang tersebut yang ditransfer melalui rekening adalah uang untuk “mengunci” kuota impor yang diurus. Dalam kasus ini teridentifikasi istilah “lock quota”.
Ada pun sebesar US$50 ribu atau setara Rp708,56 juta yang disita KPK dalam operasi tangkap tangan kemarin disita dari Mirawati Basri.
KPK juga menemukan bahwa volume impor bawang putih dalam kasus ini mencapai 20.000 ton dengan fee impor per kilogram (kg) antara Rp1.700 hingga Rp1.800. KPK juga menduga adanya jalur lain dalam impor bawang putih ini.
Agus menyampaikan bahwa dari total volume impor sebanyak 20.000 ton, sejauh ini masih diindikasikan kepada dua penerima. Namun, akan dikembangkan lebih lanjut karena tidak mungkin hanya kepada dua orang ini saja.
Sepanjang Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor bawang putih sudah mencapai 70.834 ton atau senilai US$77,3 juta setara Rp1,1 triliun. Sementara sepanjang tahun 2018 total volume impor bawang putih mencapai 582.995 ton dengan nilai US$493,9 juta atau setara Rp6,9 triliun.
Selalu Berulang
“Suap terkait dengan impor produk pangan dan hortikultura ini bukan kali ini saja terjadi,” ujar Agus kecewa. KPK sudah mengurus beberapa kasus terkait impor pangan. Pada 2013, muncul kasus yang menggegerkan terkait impor daging sapi. Kasus ini melibatkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq. Selain pejabat PT Indoguna Utama, Juard Effendi, dan Arya Abdi Effendi serta seorang swasta bernama Ahmad Fathanah.
Selanjutnya ada kasus Irman Gusman, yang juga terkait masalah pangan. Eks Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini menerima suap terkait kuota gula impor. Kasus lainnya, Patrialis Akbar. Eks Hakim Mahkamah Konstitusi ini divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, 2017 lalu, karena terbukti menerima suap dalam kasus impor daging.
Pada saat kasus 2013 terungkap, Ketua KPK Abraham Samad berjanji akan membongkar mafia impor pangan. Nyatanya mafia itu lebih cerdik.
Pola permainan mafia impor pangan selalu melibatkan penyelenggara negara. Pola-pola ini beragam, mulai dari pemberian izin kuota impor pangan hingga penunjukan langsung perusahaan yang menjadi pengimpor pangan.
Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, pernah melaporkan dugaan korupsi impor pangan kepada KPK. Rizal bilang, sedikitnya ada dua hal yang harus menjadi fokus KPK dalam permasalahan dugaan korupsi impor pangan: kerugian keuangan negara dan kerugian ekonomi negara.
“Kami minta KPK tidak hanya fokus soal kerugian keuangan negara dalam arti sempit, tapi juga kerugian ekonomi negara dan itu memang di Pasal 2 UU Tipikor ada kategori bahwa bisa ditindak seandainya ekonomi negara dirugikan,” ujar Rizal, 23 Oktober 2018 lalu.
Menurut Rizal, terdapat tiga penyebab mengapa Indonesia masih bermasalah dengan impor pangan. Pertama, tidak ada grand strategi dari pemerintah agar Indonesia jadi lumbung pangan Asia. “Kedua, kita terlalu fokus pada teknologi dan tidak punya kebijakan harga yang menguntungkan petani. Ketiga, oknum pejabatnya kecanduan impor,” ucapnya.
Rizal juga mengungkap ada permainan kartel produk pangan yang selalu menempel di pemerintah. Ia bahkan menyebut praktik yang dilakukan para kartel itu seharusnya tergolong subversif. Pada akhir September lalu, ia menyarankan Jokowi harus membenahi sistem kartel.

KPK juga sudah mengingatkan instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian agar serius membenahi secara menyeluruh kebijakan dan proses impor pangan karena hal ini sangat terkait dengan kepentingan masyarakat Indonesia secara langsung.
Pencegahan
Sejatinya, Agus mengatakan, KPK telah berupaya membangun sistem pencegahan korupsi di sektor pangan termasuk bawang putih. Salah satunya, dengan melakukan kajian terhadap komoditas pangan strategis, bawang putih pada 2017. Dari kajian tersebut, KPK menemukan sejumlah hal yang harus diperbaiki, yakni belum adanya desain kebijakan yang komprehensif dari kementerian pertanian dalam membangun swasembada bawang putih.
Selain itu, dukungan informasi atas lahan-lahan pertanian yang secara riil bisa dipergunakan dalam mewujudkan swasembada juga belum optimal. Sementara, perbaikan pada aspek pelaksanaan meliputi belum optimalnya peran pemerintah dalam mengevaluasi kewajaran kenaikan harga bawang putih di pasar dan pada aspek pengawasan yaitu belum optimalnya pengawasan kementerian perdagangan terhadap distribusi penjualan bawang putih impor.
Dari kajian itu, KPK merekomendasikan pembenahan tata niaga bawang putih yang meliputi aspek perencanaan, yaitu membuat kesepakatan bersama antara Kementerian terkait dan menurunkan ke Dinas Kabupaten terkait ke pemerintah untuk membuat pelaksanaan komitmen menyukseskan swasembada. KPK juga merekomendasikan Kementerian Pertanian membuat grand design menyeluruh tentang swasembada bawang putih dari produksi hingga pascapanen.
Selanjutnya, rekomendasi KPK dalam tahap pelaksanaan adalah agar Kementerian Perdagangan menyusun acuan untuk menilai kelayakan harga komoditas bawang putih impor di tingkat konsumen melakukan revisi Permendag Nomor 20 tahun 2017 untuk memasukan bawang putih sebagai daftar kebutuhan pokok yang wajib dilaporkan distribusinya dan melakukan post audit atas laporan stok distributor dari aspek pengawasan.
KPK mengingatkan instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian agar secara serius melakukan pembenahan menyeluruh dalam kebijakan dan proses impor pangan. Soalnya, impor pangan sangat terkait dengan kepentingan masyarakat Indonesia secara langsung.
Upaya-upaya KPK ini nyatanya masih tumpul. Buktinya kasus mafia pangan masih berlangsung. Masih perlu dicari cara paling ampuh untuk memerangi para pencoleng ini. (ceknricek)