Jakarta, LiraNews.com – Seharusnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak menjadikan proses penegakan hukum untuk tidak memproses laporan terhadap Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus korupsi pengadaan E-KTP.
“Seharusnya proses hukum yang berjalan tak menjadi alasan MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) tak memproses laporan terkait angota DPR. Proses hukum itu tidak jelas kapan mulai dan kapan akan berakhir,” ujar Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.
Dia sangat menyayangkan, MKD yang berhak memproses dugaan pelanggaran etika membuat rasionalisasi yang sok taat pada aturan tata ber acara saja.
Padahal, menurutnya, agar citra parlemen tidak rusak oleh perilaku anggotanya memproses laporan dugaan pelanggaran etik tersebut lebih penting bagi MKD.
Lucius mencontohka, pada kasus putra mantan Wakil Presiden RI Hamzah Haz, Fanny Safriansya (Ivan Haz) dijatuhi hukuman etik berat setelah dianggap terbukti melakukan penganiayaan terhadap asisten rumah tangganya.
“Saat laporan masuk ke MKD, kasus Ivan juga tengah diproses di Kepolisian. Namun, MKD tetap memproses pelanggaran etiknya. Ini sama saja sedang dalam proses penegakan hukum,” jelasnya.
Maka, Lucius menegaskan, perlu adanya tekanan publik yang begitu kuat agar MKD memproses kasus tersebut.
Jika tidak ada tekanan publik, MKD dianggapnya akan mencari cara untuk merasionalisasi alasan tidak memproses Setya Novanto seperti kasus “Papa Minta Saham”. LN-AZA