M. Tabrani, Putra Madura Sang Penggagas Lahirnya Bahasa Indonesia

Kuala Lumpur, LiraNews – Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agsutus 1945, nama Indonesia sudah begitu familiar di kalangan pemuda dan mahasiswa. Titik bangunnya semangat nasionalisme sudah mulai dirasakan, sejak berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908.

Delapan belas tahun kemudian, Kongres Pemuda I yang dilaksanakan pada 30 April – 2 Mei 1926 di Loge Ster in Het Oosten (Loji Bintang Timur), Batavia. Sekarang di sekitar Jalan Budi Utomo, Jakarta. Kongres pemuda dari seluruh penjuru negeri, mulai dari Jong Sumatera hingga ujung Timur, yaitu Jong Ambon.

Dalam kongres pertama tersebut, Muh Yamin dari Jong Sumateranen Bond mengusulkan konsep Sumpah Pemuda sebagai berikut:

1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia;
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia;
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Melayu.

Dalam Kongres Pemuda I tersebut, Ketua Panitia M.Tabrani dari Jong Java berbeda pendapat dengan Mohammad Yamin, yang ingin menggunakan Bahasa Melayu. Menurut Tabrani pada saat itu, jika sudah mempunyai Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia maka bahasa, seharusnya juga Bahasa Indonesia.

Usulan dari M.Tabrani, kemudian menghasilkan keputusan Kongres Pemuda I. Setelah itu dikukuhkan dalam Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928, hasilnya berupa ikrar Sumpah Pemuda.

Namun jauh sebelum adanya kongres pemuda, M. Tabrani sudah sering menulis artikel berkaitan Bahasa Indonesia, di kolom media yang dipimpinnya, yaitu “Hindia Baroe”.

Pada edisi 11 Februari 1926, Beliau menulis,
“Bangsa Indonesia belum ada, terbitkanlah Bangsa Indonesia!. Bahasa Indonesia belum ada, terbitkanlah Bahasa Indonesia itu!.”

***

Mohamab Tabrani Soerjowitjirto atau biasa dikenal Mohamad Tabrani lahir di Pamekasan, Madura 10 Oktober 1904. Ia tokoh Jong Java tetapi lebih dikenal sebagai wartawan, meski sekolahnya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Bandung. OSVIA mendidiknya menjadi amtenar, pegawai pemerintah, tetapi ia memilih menjadi wartawan.

Beliau merupakan tokoh jurnalis pra kemedekaan. Ilmu jurnalistiknya diperoleh saat kuliah di Universitas Koln, Jerman. Saat itu juga beliau sudah memimpin “Hindia Baroe”, pada tahun 1925.

Di Pamekasan Madura, anak pasangan Siti Aminah dan Suradi Surjowicitro ini, tinggal di Jalan Sersan Mesrul No. 1, desa Gladak Anyar. Namun rumahnya sudah beralih tangan, dan rumah bersejarah itu tak terawat, kini tinggal sisa-sisa bangunan.

Sebelum berkarir di Bandung, M. Tabrani pernah mendirikan sekolah di Pamekasan pada tahun 1919-1920. Sekolah itu diberi nama “Sekolah Kita”, yang terletak di Jalan Jokotole, depan Perpustakaan Daerah.

Kemudian hari, sekolah itu dijadikan bangunan markas Veteran. Namun sayang, sekarang suduh tergusur dan dijadikan bangunan pertokoan besar. Seharusnya Pemerintah Daerah Pamekasan, harus merestorasi sisa bangunan bersejarah tersebut. Biar memjadi inspirasi dan referensi putra-putri Madura kedepannya nanti.

Untuk itu, Kemendikbud melalui Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan atau Badan Bahasa, mengusulkan kepada negara berupa gelar pahlawan nasional kepada M.Tabrani, karena gagasan besarnya melahirkan bahasa Indonesia.

Sebagai langkah awal, pada awal April 2019, Badan Bahasa mengubah nama Gedung Samudera menjadi Gedung Mohamad Tabrani dan Jalan Sumpah Pemuda Jakarta dengan Jalan M. Tabrani.
(Dikumpulkan dari berbagai sumber)

Mahfudz Tejani

Menetap di Kuala Lumpur, Malaysia

Related posts