Oleh Salamuddin Daeng | Pengamat Ekonomi
Pada saat harga saham abruk, bahkan dinilai keadaannya sama dengan saat krisis 1998, para pelaku pasar galau, resah, banyak yang rugi besar. Namun tidak ada masyarakat yang panik, masyarakat hanya menonton: oo harga saham jatuh, begitu saja.
Demikian juga ketika nilai tukar rupiah terus merosot, semua resah: wah ini bisa gawat, perekonomian Indonesia tetap seperti keadaan tahun 1998. Rupiah jatuh senilai sekarang ini. Tapi anehnya masyarakat biasa saja. Bahkan mungkin sebagian besar elite keuangan merasa senang. Sebab kalau ekspor sumber daya alam atau komoditas cuannya bertambah. Kalau terima utang dalam mata uang asing nilai nominalnya malah bertambah. Praktik inilah yang selama ini dijalankan untuk menipu atau menyuap APBN.
Mengapa masyarakat tidak resah? Karena keadaan di bawah biasa saja. Bahkan malah terjadi anomali yang besar. Harga-harga barang justru menurun. Ada juga yang mengatakan mungkin karena permintaan melemah, sehingga harga menurun. Maka terjadilah inflasi yang rendah dan bahkan deflasi atau harga barang menurun. Seharusnya tidak begitu lazim, nilai tukar menurun maka harga barang akan naik. Sekarang anomali bahkan anomalinya ekstrim.
Presiden Prabowo membenarkan keadaan ini dengan mengatakan main saham itu main judi. Rakyat biasa tidak punya saham. Jadi kalau harganya naik turun atau jatuh, maka itu hanya permainan segelintir elite. Permainan apa? Permainan pemain besar memakan uang pemain kecil. Namun itu sekali lagi itu bukan masalah rakyat umum.
Ekonomi yang anomali dan pernyataan Presiden Prabowo memang menegaskan bahwa ekonomi masyarakat itu benar-benar terpisah dengan elit ekonomi di atasnya. Masyarakat bergulat dengan keadaan sektor riel, memproduksi pangan, bahan makanan, usaha-usaha lainnya yang menopang kehidupan sehari-hari. Namun elite di atas sibuk dengan permainan uang. Uang untuk membeli uang. Uang untuk menghasilkan uang. Uang menjadi uang.
Sudah lama para elit di atas menghasilkan uang dan menggerakkan uang hanya di lingkaran mereka. Sebagai contoh terjadi di bursa saham dan pasar keuangan. Praktiknya pemerintah menerbitkan surat utang, lalu dibeli oleh bank-bank dan perusahaan keuangan. Lalu bank dan perusahaan membeli surat berharga negara (SUN) dan membeli surat utang Bank Indonesia (BI). Uang berputar di elite seperti kotoran manusia yang berputar di dalam pendingin udara. Semua tidak ada konstitusi dengan uang rakyat.
Presiden Prabowo menyadari hal semacam itu. Sehingga muncullah ide membentuk Danantara sebagai sebuah usaha yang mengkonsentrasikan sumber daya keuangan negara agar dapat mencakup bagi usaha-usaha memajukan riel ekonomi. Selama ini sumber daya keuangan negara tidak bergerak untuk membangun pertanian, industri dan perdagangan, namun hanya sibuk bermain ekonomi.
Demikian juga Presiden Prabowo menyadari bahwa uang APBN selama ini bocor. Raja-taja kecil di senayan dan pemerintahan bermain utama dengan anggaran negara. Akibatnya anggaran negara tidak produktif, bocor ke sana. Apa buktinya ICOR Indonesia tertinggi di ASEAN, artinya tingkat pengembalian modal yang ditanamkan dalam perekonomian Indonesia termasuk yang dikeluarkan APBN, tingkat pengembaliannya sangat rendah. Bocor kasar, bukan bocor alus.
Kesadaran Presiden Prabowo ini tepat. Anehnya masih banyak orang yang salah mengerti. Prabowo ingin menggunakan tangan negara untuk mengelola segenap potensi ekonomi yang besar, mengkonsentrasikan sumber daya ekonomi, memproduktifkan aset keuangan, semua akan dijalankan oleh negara. Namun sebagian besar elite tidak ikhlas, lahan mereka diambil alih oleh negara yang dikomandoi oleh Presiden Prabowo.
Elit politik yang salah kaprah terus berusaha menyeret Presiden Prabowo ke pasar, membawa Prabowo ke dalam logika Pasar. Sementara pasar telah dibuka secara alus oleh globalisasi yang baru. Presiden Donald Trump menampilkan aksi aksinya yang membubarkan semua elemen pasar secara cepat, membubarkan liberalisasi keuangan, menghentikan keterlibatan Amerika Serikat dalam perjanjian perdagangan bebas.
Presiden Donald Trump dan Presiden Prabowo berada dalam tema globalisasi yang baru, yakni globalisasi yang mengembalikan peran negara dalam perekonomian. Namu para arsitektur keuangan Indonesia belum sadar dari tidur mereka, dengan air mata berlinang dan pikiran yang kosong, mengatakan keadaan sekarang tidak bersahabat lagi. Mereka tetap berusaha mengajak Prabowo bermain saham, mengajak Presiden Prabowo bermain dengan defisit anggaran yang bocor. Tentu saja Presiden Prabowo tidak akan mau. Nah, siap asam lambung kalian naik! (*)