Jakarta, LiraNews– Peneliti Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Budi Heru Santoso mengingatkan pemerintah agar berhati-hati membangun giant sea wall (GSW) di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Menurut Heru, ada banyak hal yang akan terdampak dari pembangunan GWS sehingga perlu kajian mendalam dan komprehensif sebelum proyek itu dijalankan.
“Kita menyambut baik upaya Pemerintah memasukan GWS sebagai Proyek Strategis Nasional tahun 2025-2029. Tapi apakah GWS merupakan jawaban atas masalah banjir di Jakarta dan pantura. Jangan sampai pembangunan GWS malah menimbulkan masalah baru setelah dibangun,” ujar Budi kepada para wartawan, Jumat (7/3/2025).
Budi menyebut sejumlah dampak yang akan muncul akibat pembangunan GWS.
Di antaranya, jelas Budi, air di belakang tembok akan berubah menjadi semakin tawar dan akan mempengaruhi ekosistem di dalam tembok bekas lahan mangrove.
“Adanya tembok membuat pergerakan (flush) sedimen tidak terjadi yang secara natural dimainkan oleh gelombang, sehingga sedimen akan cepat terjadi dan mengakibatkan pendangkalan laut,” tutur Budi.
Dirinya menambahkan pembuatan tembok laut juga akan menimbulkan pekerjaan tambahan yaitu memelihara tinggi permukaan air secara buatan.
Artinya, terang Budi, dibutuhkan pompa besar untuk mengimbangi debit air yang keluar dan masuk.
“Hal ini menimbulkan biaya yang mungkin gak terbayang besarnya, air yang dipompa keluar tembok juga akan mempengaruhi ekosistem di sekitar luar tembok karena tercampur dengan sedimen,” kata peneliti BRIN ini.
Budi meminta pemerintah perlu mempertimbangkan dampak pembangunan GWS terhadap fasilitas-fasilitas yang mengandalkan air laut.
“Sektor perikanan jelas akan terdampak besar bila muka air di belakang tembok diturunkan 1-2 meter dari kondisi saat ini. Begitu pun dampak terhadap ekonomi masyarakat di sepanjang pesisir,” ulas Budi.
Mengingat, ujar Budi, sepanjang laut utara Pulau Jawa merupakan tempat ribuan masyarakat mencari ikan.
“Di Teluk Jakarta saja, di bawah 2 mil, itu ada puluhan ribu yang cari nafkah, termasuk nelayan andon yang datang musiman. Mereka biasanya datang dari Cirebon, Indramayu untuk mencari rajungan. Wilayah pesisir yang dekat dengan pantai itu area bertelur rajungan, pasti akan terpengaruh. apa yang terjadi dengan mereka? Bagaimana antisipasinya?,” tukas Budi.
“Memindahkan area tangkapan tidak semudah membalikkan telapak tangan karena wilayah perairan jawa sudah sangat padat, sehingga rawan konflik. Dipindahkan jauh akan terkendala dengan perbedaan budaya penangkapan, teknologi dan modal,” tuntas Budi Heru Santoso. LN-RON