Notaris Harus Independen, Tidak Boleh Memihak

Ilustrasi

BONTANG, LIRANEWS.COM | Notaris adalah seorang pejabat umum yang memiliki kekuasaan publik untuk membuat, mengesahkan, dan menyimpan akta otentik. Tugas utama seorang notaris adalah memfasilitasi transaksi hukum dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

Notaris memiliki peran yang penting dalam menjalankan tugasnya. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa dokumen-dokumen yang dibuat dan disahkan oleh mereka memiliki kekuatan hukum yang kuat dan mengikat. Selain itu, notaris juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses transaksi berjalan dengan adil, jujur, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Namun demikian bagaimana jika kita menemukan adanya dugaan oknum notaris yang melakukan pelanggaran, bagaimana cara kita melaporkan dan kemana kita melaporkannya?

Eko Yulianto, S.H. – Praktisi Hukum dan Aktivis LIRA

Eko Yulianto, S.H. selaku praktisi hukum dan aktivis LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) menjelaskan, seorang notaris tunduk kepada Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) No: 30 tahun 2004 juncto Undang-undang No: 2 tahun 2014, serta Peraturan Menteri Hukum & HAM  No: 17 tahun 2021. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut di jelaskan bahwa seorang notaris memiliki kewajiban diantaranya; 1) Tidak boleh memihak, dan 2) Menjaga kepentingan semua pihak dalam perbuatan hukum. 

Lebih lanjut Eko menjelaskan, jika ditemukan adanya dugaan pelanggaran pidana oleh notaris maka kita bisa melaporkannya ke pihak kepolisian, namun jika ditemukan adanya dugaan pelanggaran etik terkait dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut, maka kita bisa melaporkannya ke Majelis Pengawas Daerah (MPD). 

Proses selanjutnya MPD akan memanggil kedua belah pihak baik pihak Pelapor maupun Terlapor untuk dilakukan mediasi dan klarifikasi, setelah itu MPD akan membuat berita acara pemanggilan tersebut yang akan dikirimkan ke Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN).

Keberadaan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) turut menjembatani hubungan harmonis antara notaris dengan penyidik baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan. Alasannya, karena selama ini para notaris bingung dan bahkan ragu jika dipanggil penyidik atau peradilan dan diminta untuk membuka akta otentik yang dibuat.

Terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris (MKN) dinilai menjadi jawaban atas keragu-raguan selama ini. Terlebih terkait dengan permintaan dari penyidik kepada notaris untuk membuka data atau informasi akta tertentu.

“Ini menjadi pintu masuk buat pegangan notaris kalau diminta penyidik untuk memberikan keterangan sehubungan akta yang dibuatnya,” demikian ujarnya.

Lebih lanjut Eko menjelaskan, Peraturan Menteri Hukum & HAM ini terbit karena perintah dari UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (JN). Perubahan UU ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan frasa ‘dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD)’ pada Pasal 66 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004. Intinya, MK menilai pemeriksaan proses hukum yang melibatkan notaris tak perlu persetujuan MPD. (*) 

banner 300250

Related posts

banner 300250

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *