Pasang Plang Pengumuman Bank Tanpa Ijin dan Persetujuan Pemilik Dapat Dipidana
Bontang, LIRANews – Pada dasarnya, utang piutang nasabah perbankkan tidak termasuk dalam prinsip kerahasiaan bank, berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 , Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa yang termasuk dalam prinsip kerahasiaan bank adalah keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya, bukan nasabah peminjam dan pinjamannya.
Selain itu,UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”) juga menganut asas publisitas hal itu termuat dalam (Pasal 13 ayat [1] UUHT). Asas ini mengharuskan didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Dengan dasar pemikiran bahwa timbulnya hak tanggungan adalah karena adanya perjanjian utang piutang, maka memang utang piutang tersebut dapat diketahui oleh orang lain selain bank dan debitur.
Namun demikian bukan berarti pihak bank bisa dengan seenaknya memasang plang pengumuman dengan tulisan dan narasi secara bebas sesukanya, jika ternyata tulisan yang terpampang di dalam plang, spanduk maupun stiker tersebut tidak terbukti berdasarkan atas adanya kontrak utang piutang atau debitur yang cidera janji (Wanpretasi) dalam hal pelunasan utang, maka hal ini dapat dikatakan sebagai pencemaran nama baik yang dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Secara perdata, pemilik tanah dan bangunan yang dirugikan nama baiknya akibat adanya pemasangan plang tanpa ijin tersebut dapat mengajukan gugatan, terlebih jika tidak terdapat dasar utang piutang yang sah, maka pihak bank dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum.
Eko Yulianto, SH. selaku Walikota LIRA mengingatkan, agar pihak Kreditur dalam hal ini dunia perbankan senantiasa berhati-hati dalam melakukan pemasangan plang pengumuman tersebut, mengingat pihaknya telah menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh petugas perbankkan dalam melakukan pemasangannya.
“Kami menemukan kata Dijual pada plang itu, bahkan tertera nilai harga jual dari obyek tanggungan dimaksud, perlu dipahami bahwa Sertifikat Hak Tanggungan itu hanya berkekuatan hukum pada Hak Tagih, bukan Hak Milik karena Hak Milik masih melekat pada Pemilik Obyek Tanggungan yang namanya tertera pada Sertipikat Hak Milik tersebut, lalu kemudian Hak Tagih berujung pada Hak Lelang yang mekanismenya dilakukan melalui KPKNL, jadi jelaslah disini bahwa pihak perbankkan tidak memiliki Hak Jual sama sekali atas obyek tanggungan itu, lagian sejak kapan bank bisa bisnis jual beli rumah?”
Lebih lanjut Eko menjelaskan pada kasus lain juga menemukan kesalahan yang sangat fatal, yaitu terdapat obyek tanggungan yang dipasangi plang dijual tapi ternyata sertipikatnya masih dipegang oleh pemilik, ini artinya terdapat kecerobohan yang sangat luar biasa, juga arogansi yang berlebihan telah dilakukan oleh kreditur yang dapat berujung pada gugatan hukum, hal itu bisa saja dilakukan jika pemilik merasa keberatan atas tindakan serampangan dan ugal-ugalan yang dilakukan oleh petugas tersebut.
Senada dengan itu, Asmaul Fifindari, SH.MH. seorang praktisi hukum Advokad/Pengacara dan Dosen dari Samarinda menyebutkan, bahwa tindakan kreditur tersebut dapat berujung pada gugatan hukum perdata. Contohnya bisa kita lihat dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No.72/PDT.G/2009/PN.DPK dimana dinding rumah penggugat dicat dengan warna merah bertuliskan “Rumah ini Agunan Kredit Menunggak di Bank BTN”. Yang pada akhirnya, majelis hakim memutus bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Jadi apa yang harus dilakukan pihak perbankkan jika menemukan debitur yang bandel dan telah sampai pada ketentuan kredit macet, maka dari uraian tersebut di atas pihak perbankkan dapat memasang plang yang menyatakan “Tanah dan bangunan ini dalam pengawasan Bank” cukup kata ini saja yang diperbolehkan oleh undang-undang jika memang debitur pemberi hak tanggungan cidera janji dalam melunasi utang-utangnya. Hal ini dilakukan agar Debitur tidak dapat merubah bentuk dan fungsi bangunan atau memindahtangankan bangunan tersebut sebagai obyek tanggungan.
Dari Kota Bontang, LIRANews melaporkan. (EY/LN/Kaltim)