Maluku, LiraNews – Dinas PUPR Buru, kini mulai berulah. Pekerjaan proyek yang seharusnya untuk kepentingan masyarakat, ternyata jauh dari harapan.
Belanja modal yang telah dianggarkan, peruntukannya tidak sesuai dengan program yang telah dibuat. Akibatnya proyek-proyek yang disasarkan kepada masyarakat tidak membawa manfaat yang maksimal.
Data yang ada pada LSM LIRA Maluku, di tahun 2019, Kab ini menganggarkan belanja modal sebesar Rp. 305 Milliar lebih. Dengan realisasi sebesar Rp. 226 Milliar lebih. Dari realisasi sebesar itu, ada 3 buah proyek yang diperuntukan kepada Dinas PUPR.
“Proyek-proyek tersebut a.l Proyek pekerjaan jln Debo – Wambasalahin, dengan anggaran Rp. 4.315.500.000,,- di kerjakan oleh CV Nadia,” ujar Dir. LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating.
Kemudian proyek saluran sekunder di kota Namlea, dengan anggaran Rp. 1,9 Milliar, dikerjakan oleh CV Pilar Baru. Lalu ada proyek jln masuk Gapura Mako, dengan ang garan Rp. 1,5 Milliar.
Celakanya, walaupun ketiga proyek tersebut telah dibayar 100%, namun ada item-item pekerjaan dalam kontrak yang tidak dikerjakan.
Seperti pada proyek jln masuk gapura mako, ada pekerjaan cor lantai beton senilai Rp. 280 juta yang tidak dikerjakan oleh kontrak tor. Untuk saluran sekunder, ada galian tanah yang belum ditimbun senilai Rp. 63 juta. Sedangkan un tuk pek jln Debo-Wambasalahin, ada timbunan pilihan yang belum diselesaikan senilai Rp. 27 juta.
“Akibat dari kelalaian pihak Dinas PUPR, maka telah terjadi kekurangan volume pekerjaan atas ketiga proyek tsb, yang terakumulasi sebesar Rp. 370 juta,” ungkap Jan.
Apa yang telah dilakukan oleh Dinas PUPR, diduga telah melanggar kontrak & sejumlah ketentuan yang ada. Dalam Perpres No. 16 thn 2018 tentang pengadaan barang & jasa pemerintah, pasal 27 ayat 4 point b “pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama, atas realisasi volume pejerjaan ”
Pasal 57 ayat 2 ” PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan “.
Pasal 57 ayat 5 ” pelanggaran atas ketentuan sebagaimana tercantum pada ayat2 diatas, dapat dikenakan sanksi kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan “.
Hal tersebut mengakibatkan telah ter jadi kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan ketiga proyek tsb sbsr Rp. 370 juta.
“Masalah ini bisa terjadi karena Kepala Dinas ( Kadis ) PUPR lalai dalam melaksanakan pengawasan & pengendalian atas pelaksanaan kegiatan pada OPD yang dipimpinnya,” tuturnya.
Juga PPK & PPTK yang lalai atas pengawasan pelaksanaan kontrak pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Oleh sebab itu karena ada unsur kelalaian, harus ada yang bertanggung jawab atas kelebihan pembayaran & itu merupakan kerugian daerah.
“Bupati Buru, Ramli Umasugi mau pun Sekda, tidak boleh berdiam diri. Diminta untuk menegur & mengambil tindakan tegas kepada Kadis PUPR maupun PPK & PPTK, serta perintahkan untuk segera me narik kelebihan pembayaran sbsr Rp. 370 juta & menyetorkan ke Kas Daerah,” imbuhnya. LN-TIM