Pelajaran Kasus Kebakaran Cilacap, Mulyanto: Pemerintah Harus Evaluasi Kebijakan Kilang BBM

Jakarta, LiraNews – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah belajar dari kasus kebakaran di Kilang Cilacap, Sabtu (13/11/2021).

Menurut Mulyanto, pemerintah harus serius mengevaluasi kebijakan perkilangan BBM nasional.

Read More
banner 300250

“Hal ini penting agar ada jaminan yang memadai kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan. Ini bukan hanya soal perawatan kilang dan penjagaan asset strategis serta cadangan migas nasional namun yang utama adalah soal ketahanan energi nasional,” kata Mulyanto, Selasa (16/11/2021).

Mulyanto menyebut, pemerintah tidak boleh membiarkan kasus kebakaran kilang seperti ini menjadi modus mafia impor migas untuk menaikan kuota impor, apalagi saat ini upaya membangunan kilang sangat lambat maka dalih mafia impor BBM untuk mendapatkan tambahan kuota semakin kuat.

“Pemerintah harus bisa memastikan operator migas menjalankan kebijakan usaha kilang ini secara benar. Kita tidak bisa menyerahkan ‘cek kosong’ kebijakan perkilangan kepada operator migas begitu saja, karena terbukti dalam satu tahun sudah ada 3 kejadian kebakaran kilang BBM dan dua kali terjadi di tempat yang sama,” papar Mulyanto.

“Sementara itu hampir 25 tahun sejak pengoperasian Refinery Unit (RU) VII Kasim di Papua pada tahun 1997, praktis tidak ada pembangunan kilang baru,” lanjut Mulyanto.

Seperti diketahui sebelumnya Pertamina berencana mengembangkan kilang-kilang yang ada dan menambah 2 kilang baru, yakni Kilang Tuban dengan kapasitas terpasang 300 ribu bph (barel per hari) dan Kilang Bontang. Namun hingga saat ini realisasinya belum meyakinkan. Pembangunan Kilang Tuban terus molor, sedang pembangunan Kilang Bontang dibatalkan karena kekurangan lahan.

“Hari ini dari total 6 buah kilang yang ada Pertamina mampu menghasilkan BBM sebanyak 850–950 ribu bph, dimana kontribusi RU IV Cilacap (operasi sejak tahun 1974) adalah yang terbesar, yakni 58 % dari total produksi kilang Pertamina, atau 548 ribu bph,” ungkap Mulyanto.

Legislator asal Dapil Banten 3 ini menjelaskan, dengan kebutuhan BBM hari ini yang sebesar 1.6 juta barel, maka praktis kekurangannya sebesar 800 ribu bph dipenuhi dari impor.

Data BPS sendiri menunjukkan impor BBM olahan tersebut mendominasi defisit transaksi migas kita sebesar 7 milyar USD di tahun 2020.

Pada tahun 2050 Kementerian ESDM memperkirakan kebutuhan BBM nasional mencapai 4 juta bph, sehingga diperkirakan impor BBM dan defisit transaksi berjalan dari sektor migas ini akan terus meroket dan membahayakan ketahanan energi nasional.

“Karenanya Pemerintah harus serius menangani soal perkilangan BBM ini. Termasuk juga kilang untuk produksi petrokimia dan diversifikasi produk batubara. Semakin hari, soal ini semakin kritis dan mendesak. Pemerintah tidak boleh kalah dari mafia impor minyak,” tandas Mulyanto.

Related posts