Lamongan, LiraNews – Proyek Pengadaan Konstruksi Rehabilitasi Gudang Kebun Benih Blawirejo, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan Jawa Timur diduga tidak sesuai spek, pasalnya pencampuran semen dan pasir tidak menggunakan mesin molen sehingga dikhawatirkan tidak tercampur dengan rata, proyek tersebut juga diduga disubkontrakkan ke pihak lain, untuk straus menggunakan besi polos, dan pekerja juga tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD).
Proyek tersebut didanai APBD Provinsi Jawa Timur dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, senilai Rp. 609.996.000,00 dikerjakan oleh CV Mangku Jagad, dengan Konsultan Pengawas CV Berlian Cemerlang.
Menurut keterangan salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa pembangunan tersebut diduga disubkon ke pihak lain.
“Ini kemungkinan sudah di subkan orang lain mas, kemarin itu saya telpon ke pak Y katanya sudah dikerjakan orang lain pas waktu anda kesini pertama kali itu, udah disubkan ke orang daerah barat. Lha itu mandore atau pekerja e coba tanya aja mungkin punya nomere pelaksana CV nya.” Ujarnya, (20/9/24).
Salah satu pekerja yang mengaku sebagai wakil mandor mengatakan bahwa pelaksananya jarang ke lokasi dan tidak berani memberikan nomor telepon untuk dikonfirmasi.
“Pelaksananya itu jarang kesini, kalau bapak tanya pelaksananya saya nggak ngerti, disini itu hanya pekerja jadi intinya disini itu kita disuruh kerja ya kerja. Dasar saya kerja ya dari atasan, untuk lebih detailnya langsung tanya ke pelaksananya aja. Saya nggak berani ngasih nomer pelaksananya.” Ucapnya (20/9/24).
S salah satu aktivis Lamongan mempertanyakan pengawasan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur.
“Proyek ini kan anggaran dari negara yang diharuskan pelaksana dari kontraktor itu di lapangan. Selain itu pencampuran semen dan pasir tidak menggunakan mesin molen sehingga dikhawatirkan tidak tercampur dengan rata, proyek tersebut juga diduga disubkontrakkan ke pihak lain apakah hal seperti ini di perbolehkan? Untuk straus juga menggunakan besi polos, dan pekerja tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD). Lantas bagaimana pengawasan dari pihak Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, hingga terjadi seperti ini?” Katanya.
S juga menanyakan apakah seorang mandor dilapangan juga punya sertifikat teknis? Dan perlu di laporkan ke instansi terkait atau APH.
“Sebuah proyek dalam pelaksanaannya tentu sudah direncanakan anggaran dan biayanya melalui proses perhitungan anggaran yang melalui perhitungan analisa harga satuan bahan. Adapun analisa terdiri dari bahan-bahan tenaga kerja dan peralatan sedang pengguna jasa tentu memberikan konsultan pengawas sebagai pengawas dari sebuah pelaksanaan anggaran yang telah direncanakan oleh konsultan perencana, tapi kenyataannya di lapangan petugas dari Konsultan Pengawas jarang di lapangan yang kenyataannya di lapangan hanya ada seorang mandor yang mungkin tidak memiliki sertifikasi teknis.”
“Konsultan pengawas dalam hal ini menyalahi aturan karena lalai dalam tidak melaksanakan perjanjian kontrak antara konsultan pengawas dan pengguna jasa sedang kedua elemen terikat dalam kontrak yang menggunakan uang negara, Oleh sebab itu pengguna jasa, penyedia jasa, dan konsultan pengawas perlu dilaporkan dinas terkait, aparat pengawas independen pemerintah, atau alat penegak hukum, karena diduga dalam pelaksanaan proyek ini ada unsur penggelapan.” Pungkasnya.
Sementara itu Dinas Pertanian dan Ketahanan Jawa Timur sudah dikonfirmasi katanya dari tim media ini akan dihubungi oleh pihak UPT Mojokerto yang menangani pembangunan tersebut dalam waktu 1 minggu sejak tanggal 8 Oktober 2024, namun hingga saat ini belum ada yang menghubungi tim media ini. LN-Miko