Jakarta, LiraNews : Aksi damai yang digelar Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua pada, Kamis (15/8) yang berbuntut kerusuhan hingga pembakaran gedung DPRD Manokwari disesalkan Ketua Umum (Ketum) DPP Pemuda LIRA.
Indra Lesmana, selaku Ketum Pemuda LIRA terlebih dahulu menyampaikan penyesalannya atas aksi damai beberapa elemen mahasiswa Papua yg mengecam penandatanganan New York Agreement antara Pemerintah Indonesia dan Belanda pada 15 Agustus 1962 silam.
“Saya menyesalkan adik-adik mahasiswa Papua tidak komperhensif dalam melakukan kajian kesejarahannya. Mereka bisa jadi lupa bahwa pada tahun 1969 rakyat Papua Bagian Barat memilih tetap dalam lingkungan RI melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA),” terang Indra.
Pria berkulit sawo matang ini juga mengingatkan agar pemerintah menindak tegas segala bentuk separatisme.
“Menolak hasil PEPERA 1969 merupakan bentuk separatis, dan pemerintah harus tegas terhadap segala bentuk separatisme,” kata Indra.
Indra menambahkan bahwa tindakan menolak New York Agreement dan PEPERA merupakan pemberontakan terhadap Pemerintahan yang sah.
“Menolak New York Agreement dan PEPERA adalah suatu bentuk pemberontakan, apalagi jika ujung-ujungnya menuntut kemerdekaan. Jadi harus dibedakan antara rasisme dengan separatisme,” terang Indra.
Dalam kesempatan ini Indra juga mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia dari Merauke hingga Sabang untuk cermat dalam menyikapi segala bentuk persoalan kebangsaa.
“Saya mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia dari Merauke hingga Sabang agar lebih cermat lagi dalam menyikapi persoalan kebangsaan. Bangsa ini sudah mengalami berbagaimacam upaya pemberontakan, mulai dari DI/TII, PRRI PERMESTA, GAM, RMS, hingga OPM. Jadi gerakan adik-adik mahasiswa Papua yang menolak New York Agreement dan PEPERA adalah suatu bentuk pemberontakan bukan suatu bentuk perjuangan anti rasisme,” tegas Indra. LN-RED