Jakarta, LiraNews — Beredarnya viral vidio Dai kondang Ustadz Abdul Somad atau yang dikenal UAS, menjadi perbincangan publik, terutama dikalangan netizen atau pengguna media sosial. Ceramah dalam vidio tersebut menyinggung simbol kepercayaan agama tertentu.
Dipastikan, jika ini dibiarkan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yakni melakukan gerakan politik adu domba. Politik adu domba akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Memperak-perandakan persatuan dan kerukunan bangsa yang selama ini terjalin dengan baik.
Sebagai warga negara yang baik, harus menghormati para pendiri bangsa, The Founding Fathers yang bersusah payah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Persoalan SARA tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Harus ada upaya merekatkan kembali hubungan persaudaan tanpa memandang perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan, SARA.
“Begini. Negara ini dibangun dengan kesepakatan-kesepakatan. Kesepakatan Pertama Pancasila, Kedua Undang Undang Dasar 1945, Ketiga NKRI dan Keempat Bhineka Tunggal Ika,” ujar Ketua Bidang Infokom MUI KH Masduki Baidlowi kepada liranews.com di Gedung MUI Pusat Jalan Proklamasi Jakarta Pusat, belum lama ini.
Empat kesepakatan nasional yang dikenal dengan “Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara” itu harus dipelihara, harus dipertahankan.
Itulah yang disebut sebagai makna persatuan dan kerukunan bangsa. Nilai-nilainya ada di situ semua, Empat kesepakatan yang harus dipertahankan. Tentu, sebuah keniscayaan bila persoalan dalam bernegara terus terjadi.
Ini bukan nilai jadi, bukan barang jadi yang sifatnya final. Ini adalah barang yang bisa mentah bisa matang, tergantung orang menyikapinya. Kalau dibiarkan mentah, maka akibatnya Empat kesepakatan itu bubar, bubar pula negara ini, terpecah.
Tetapi, kalau semua elemen bangsa merawat dengan mengadakan dialog, rutin adakan silaturahmi bersama, secara intensif, maka kesepakatan ini akan terjaga dengan baik. Secara tak langsung orang-orang yang pandangannya berbeda, mengarah kealiran radikalisme itu akan mulai merenung, bahwa ternyata 4 pilar kebangsaan dan bernegara itu baik untuk diamalkan.
Disayangkan, sebagian orang mengatakan Empat Pilar Kebangsaan dan Bernegara itu “thaghut”. Juga dalam sistem demokrasi dibilang setan alas dan lain-lainnya. Makanya, sekali lagi, MUI menyarankan harus ada dialog harus ada silaturrahmi.
Tidak mudah memberikan petuah pada seseorang yang sudah terdoktrin anti terhadap 4 kesepakatan nasional itu. Tapi, orang-orang yang belum atau baru dipengaruhi harus diberi pemahaman. Berbeda dengan mereka yang selama ini terpapar, sudah terkena doktrin dan itu susah memberikan pemahaman.
“Itu sama dengan PKI, kalau sudah kena doktrin komunis, terutama kalangan bawah. Tidak bisa lagi diarahkan,” katanya.
Lanjutnya, mengenai generasi milenial atau milenial urban menjadi target dari gerakan-gerakan sumpalan. Generasi seperti ini yang harus diselamatkan. Mereka adalah anak-anak muda yang cerdas, anak-anak muda yang pintar disekolah, bahkan merambah ketingkat perguruan-perguruan tinggi terbaik.
Disesalkan, sebagian mahasiswa perguruan tinggi terbaik, malah kemudian tidak mencintai negaranya, tidak mencintai ideologinya, undang-undangnya. Mereka terpengaruh oleh sistem yang lainnya, sehingga terjadi pengusiran.
“Demi tegaknya persatuan dan kerukunan bangsa, maka anak-anak milenial urban diberikan pemahaman Empat kesepakatan yang disinergikan dengan agama. Itu harus,” terangnya.
Sebenarnya, persatuan dan kerukunan beragama, berbangsa saat ini dinilai Masduki baik. Namunsituasi ini diakui memang sempat terganggu oleh rutinitas politik nasional, pegelaran Pilpres. Namun, untuk meredamnya dilakukan silaturahmi dan dialog antara para tokoh agama.
Rentetan persoalan hingga menggerus nilai-nilai kebangsaan sebenarnya masih berkaitan dengan politik nasional Pilpres yang mengakibatkan silaturahmi sempat terhenti karena masing-masing individu membela tokoh pilihannya.
“Tapi saya yakin, situasinya tidak lama akan mereda sendiri. Asalkan tokoh-tokoh agama intensif silaturrahmi dan berdialog,” tuturnya.
Sebelumnya, kepada wartawan, Masduki Baidlowi memperkirakan, apabila kedua belah pihak saling melapor, akan menimbulkan persoalan baru. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) misalnya, sudah melaporkan kepenegak hukum. Diketahui, GMKI adalah kelompok Cipayung. Ditubuh kelompok Cipayung itu ada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) dan organisasi kemahasiswaan lainnya.
Kalau saling melapor ke penegak hukum, persoalan bangsa ini tidak selesai. Apalagi baru digelar pesta besar, pesta demokrasi Pilpres. Keragaman sosial yang sedang dirajut, kemudian komunikasinya renggang kembali dengan munculnya persoalan UAS.
Akibatnya, persoalan ini bisa merembet kemana-mana. Misalnya beberapa vidio viral lainnya beredar seperti air zam-zam itu PDAM nya Arab Saudi. Umat Islam merasa tersinggung lihat video tersebut.
Makanya MUI undang Ustadz Abdul Somad untuk klarifikasi supaya ini reda dan diselesaikan dengan cara kultural, seperti silaturahmi ke berbagai tokoh masyarakat, tokoh agama terutama teman-teman dari tokoh Katolik, Protestan dan lain-lain.
Diakui, dalam pertemuan itu, MUI tidak dalam kapasitas menghakimi Ustad Abdul Somad, tapi dalam rangka persoalan ini tidak melebar, hingga masuk keranah hukum. Tetapi yang terpenting dilakukan diskusi.
Dia tidak ingin, ceramah itu masuk kewilayah yang sifatnya bisa menyinggung orang lain. Sebenarnya yang disampaikan ditempat itu adalah sebuah hadist dan ternyata dalam kajian Islam hadits itu masuk kefiqih-fiqih yang pendapat bisa berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
“Kita sebenarnya tidak menginginkan UAS masuk ke wilayah-wilayah itu apalagi menyinggung perasaan penganut agama-agama lain,” ungkap Masduki.
Dengan tegas, MUI mengambil sikap tidak masuk ke wilayah itu, persoalan UAS. Fokus MUI adalah bagaimana menyelesaikan dan meredam persoalan nasional bisa kondusif kembali. MUI hanya berharap, tidak muncul gugatan balasan. Tapi, jika kemudian laporan itu dicabut maka itu lebih bagus.
Sekali lagi, MUI menghimbau jangan sampai masuk ke wilayah hukum. Masuk ke wilayah hukum tidak menyelesaikan persoalan. Apalagi ada tuntutan baru dari persoalan lain yang bisa sama masalahnya. Itu tidak bisa selesai dan dampak akhirnya masuk ke wilayah politik.
Yang paling penting, persoalan UAS ini jangan sampai merembet kepersoalan-kepersoalan lain-lain yang secara nasional membuat kondisi tidak kondusif lagi. Apalagi ditambah ekonomi sedang turun semuanya, bisa mengganggu ke sektor-sektor yang lain.
MUI menghimbau kepada masyarakat jangan sampai terprovokasi oleh persoalan-persoalan yang terkait dengan kasus Ustad Abdul Somad. Ustadz Abdul Somad itu seseorang Dai yang Kondang, banyak pengikutnya. Dikhawatirkan, kemudian terjadi pro dan kontra dan akan melakukan langkah-langkah keluar dari jalur hukum.
Nah, itu justru membuat situasi tidak kondusif. Itu yang harus dihindari. Tokoh-tokoh agama dan politik bisa mendinginkan suasana. Jangan terprovokasi oleh persoalan-persoalan yang bisa memecah persatuan dan kerukunan bangsa.
Persoalan UAS menjadi peringatan bagi semua pihak dan mengambil hikmah dalam pertemuan yang digelar di MUI. Bisa menyatukan kembali umat, rakyat yang sempat terbelah saat Pilpres 2019.
Artinya, tujuan dari pertemuan ini menjaga persatuan dan kesatuan, kerukunan bangsa. Sebagai tokoh-tokoh wakil umat agar berhati-hati berbicara, berceramah atau berpidato dihàdapan publik,
“Sekali lagi, agar persoalan ini selesai, persoalan ini redam, solusi terbaik adalah MUI akan silaturahmi ke berbagai tokoh masyarakat diberbagai daerah. MUI Insya Allah sedang bekerja untuk mendinginkan persoalan,” pungkas Baidlowi.
Reporter: Abuzakir Ahmad.