Jakarta, LiraNews – Perubahan iklim global saat ini semakin serius. Keadaan bumi dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Pemanasan global terus terjadi, spesies hewan dan tumbuhan di bumi ini terus mengalami kepunahan.
Sumber daya alam terbarukan terus terdegradasi, dan sumber daya alam tidak terbarukan semakin menipis. Masa depan umat manusia dan bangsa Indonesia kian terancam.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar saat menyampaikan pandangannya pada Webinar Internasional bertajuk ”Bridging Policy and Science for People, Planet, and Prosperity”, Rabu (15/9/2021).
”Suhu permukaan bumi yang lebih panas, spesies hewan dan tumbuhan yang lebih sedikit, dan sumber daya alam yang semakin menipis. Tentu saja kita semua tidak dapat membiarkan hal tersebut terjadi. Sudah saatnya kita nyatakan sebagai krisis iklim,” ujar pria yang akrab disapa Gus Muhaimin ini.
Berdasarkan data Badan Meteorologi Dunia, kata Gus Muhaimin, besar kemungkinan tenperatur global akan meningkat 1,5 derajat Celsius pada 2025.
”Ini melampaui dari apa yang kita upayakan melalui Perjanjian Paris agar perubahan iklim tidak semakin memburuk,” tutur Gus Muhaimin.
Melalui Paris Agreement, lanjut Gus Muhaimin, semua negara telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca agar suhu permukaan bumi tidak melampaui 1,5 derajat Celsius, namun upaya tersebut belum cukup.
Semua negara perlu, baik negara berkembang dan negara maju untuk meningkatkan ambisinya dalam mitigasi gas rumah kaca,” urai Gus Muhaimin.
Gus Muhaimin mengatakan, selama 30 tahun terakhir, pembangunan Indonesia lebih bersumber pada sumber daya alam (SDA).
“Selama ini, negara terlalu lunak dan kurang hadir untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan lingkungan hidup akibat pencemaran udara, limbah B3, penebangan liar, pencurian ikan dan terumbu karang, dan penambangan liar,” ungkap Gus Muhaimin.
Gus Muhaimin menambahkan, dengan pemanfaatan dan penggunaan lahan dan ruang tidak terkendali. Karena itu sudah waktunya kebijakan tata ruang yang terintegrasi untuk memastikan ruang digunakan secara berkeadilan.
”Indonesia harus memulai lompatan dan pergeseran dari pembangunan berbasis karbon tinggi kepada pembangunan karbon rendah,” tukas Givary.
Melihat kondisi alam yang semakin memprihatinkan, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menuturkan, sudah waktunya Indonesia menerapkan politik hijau, yakni politik yang berkomitmen untuk pemerataan ekonomi dan sekaligus berjuang menyelamatkan lingkungan hidup, mengatasi perubahan iklim, dan memastikan keadilan antar generasi.
”Hanya dengan politik hijau, Indonesia akan mampu mempercepat target-target penurunan emisi sesuai Perjanjian Paris. Menghentikan penggundulan hutan, mengetakan pengawasan di lapangan, menghentikan penggunan plastik, memperluas sumber sumber energi hijau,” urai Gus Muhaimin.
Gus Muhaimin pun menyatakan, politik hijau juga akan membangkitkan potensi dan industri dalam negeri dalam negeri sehingga kemandirian ekonomi politik akan terus terjaga.
”Politik hijau harus mampu mengambil jarak dari berbagai kuasa dominan untuk mampu melaksanakan perluasan energi listrik melalui penambahan investasi pemerintah untuk energi hijau, pemanfaatan energi hijau di pemda-pemda, dukungan penelitian dan pengembangan, transportasi berbasis energi listrik dan pemerataan akses listrik di daerah 3T (terluar, terdepan dan tertinggal),” pungkas Gus Muhaimin.