Surabaya, LiraNews – DPP LIRA Disability Care (LDC) menyoroti gejolak kenaikan harga BBM Subsidi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Padahal kondisi masyarakat khususnya penyandang disabilitas saat ini masih belum pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Ketua DPP LDC Abdul Majid memprediksi gejolak kenaikan BBM bersubsidi pasti akan sangat memukul kondisi perekonomian para penyandang disabilitas dan keluarganya.
Pasalnya, jaring pengaman dalam bentuk bantuan sosial (bansos) dalam bentuk bantuan langsung tunai (blt) yang sudah mulai disalurkan oleh presiden Joko Widodo tidak akan berpengaruh signifikan terhadap masyarakat dan penyandang disabilitas yang sudah tertekan sejak pandemi.
“Rp.24,17 trilyun BLT BBM yang dijanjikan presiden Jokowi tidak akan berdampak langsung jika tidak diimbangi dengan kebijakan lain seperti penyesuaian kenaikan gaji karyawan, penekanan laju inflasi dan kebijakan strategis berkelanjutan lainnya, katanya pada media senin 5 agustus 2022 di Surabaya”.
Ilustrasi kenaikan harga barang dan jasa imbas kenaikan harga BBM
Sebagai penyandang disabilitas sensorik netra, Majid menyebutkan pasti akan ada kenaikan tarif dasar ojek online yang menjadi tulang pungung mobilitas para difabel.
“Sebelum bbm naik, tarif ojek online per 10-km sekitar 28 ribu. Sekarang tarif tersebut pasti akan terjadi kenaikan,” jelasnya.
Hal ini juga terjadi dengan kawan-kawan penyandang disabilitas fisik atau daksa yang menggunakan motor modifikasi.
“Motor modifikasi roda tiga pasti akan bertambah beban beratnya, hal ini juga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi bbm per kilo meternya,” jelas Majid menambahkan.
Contoh lainnya, Majid mengucapkan seorang kawannya adalah Ibu dengan 3 orang anak berkebutuhan khusus pasti akan sangat kerepotan mengatur keuangannya. Pasalnya biaya untuk mengurus anak berkebutuhan khusus tidak murah.
“Bayangkan betapa kalang kabutnya ibu itu mengatur pengeluaran keluarga, pendidikan, dan biaya rehabilitasi ketiga putranya yang berkebutuhan khusus,” imbuhnya.
Pemerintah bisa apa dalam melindungi penyandang disabilitas
Majid mengapresiasi langkah pemerintah untuk memberikan 3 (tiga) bantuan sebagai subsidi dan bentuk kompensasi untuk meredam laju inflasi akibat kenaikan BBM bersubsidi.
Majid merinci tiga paket bansos yang akan disalurkan oleh pemerintah diantaranya:
“Bansos pertama adalah BLT sebesar Rp150 ribu diberikan kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama empat bulan. Total dana untuk bansos ini mencapai Rp12,4 triliun. BLT itu akan diberikan masing-masing Rp150 ribu selama empat kali melalui Kementerian Sosial. Dengan total BLT ekstra yang diterima KPM sebesar Rp600 ribu,” jelas ketua LDC itu.
Kemudian yang kedua, BLT untuk pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta per bulan sebesar Rp600 ribu. BLT itu hanya diberikan satu kali kepada 16 juta pekerja. Untuk hal ini, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp9,6 triliun untuk menyalurkan BLT tersebut.
“Berikutnya yang terakhir adalah, pemerintah memberikan subsidi menggunakan 2 persen dari dana transfer umum, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). sebesar Rp2,17 triliun untuk transportasi umum, seperti ojek online,” jelasnya.
Fakta – fakta bansos tidak tepat sasaran
Namun, pria lulusan sarjana ekonomi universitas bhayangkara Surabaya itu berharap pemerintah harus lebih teliti dalam proses penyaluran bansos khususnya kepada penyandang disabilitas yang sangat membutuhkan.
“Banyak bansos yang tidak tepat sasaran, misalnya banyak penyandang disabilitas yang terdaftar di PKH tiba-tiba dihentikan tanpa konfirmasi. Kan ini sangat mengkhawatirkan, apalagi jutaan rakyat baik disabilitas ataupun non disabilitas sama-sama membutuhkan, ungkap pria asal kabupaten sidoarjo itu,” ujarnya.
Majid kemudian memberikan masukan kepada pemerintah agar tidak panik dan serampangan dalam menyalurkan BLT.
“Persoalan data harus benar-benar clear. Kemudian sebagai bentuk keberpihakan dan rasa keadilan, pemerintah harus mulai mengimplementasikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sesuai perundang-undangan,” papar Majid.
BPJS-Plus sebagai kebijakan strategis dan berkelanjutan untuk penyandang disabilitas
Lebih lanjut Majid memaparkan, pemerintah melalui presiden Joko Widodo wajib membuat desain jaminan sosial khusus bagi sekitar 25 juta lebih penyandang disabilitas dan keluarganya.
“Jaminan sosial ini harus mengakomodir 22 plus 2 hak penyandang disabilitas yang tercantum dalam pasal 5, uu no 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas,” kata Majid yang juga peraih beasiswa studi di queensland university of technology Australia itu.
“Jika di Australia ada national disability insurance scheme (NDIS yang mengakomodir hak-hak penyandang disabilitas di negeri kangguru), maka sebetulnya kita sudah punya model serupa yaitu badan pelaksana jaminan sosial (BPJS),” ungkap dia.
Kemudian Majid berharap, jika pemerintah dapat memodifikasi BPJS agar dapat juga mengakomodir perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas secara khusus.
“BPJS-Plus mungkin lebih pas ya, prinsipnya hal ini harus mulai di suarakan dan dibahas di forum-forum kajian kebijakan public,” tegas Majid.
Secara umum BPJS-Plus harus mengakomodir hak-hak dasar penyandang disabilitas meliputi pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perekonomian, pelayanan publik, sector perbankan, transportasi public dan hak yang lainnya.
“Prinsipnya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas harus berdasarkan by name, by address, by assessment agar dapat diberikan secara proporsional sesuai kondisi dan ragam disabilitasnya,” pungkas dia. LN-TIM