Pincab BRI: “PT.Hasanah Sumber Utama Tercatat Sebagai Debitur BRI Kantor Cabang Bontang Dengan Kolektibiltas Macet”
Bontang, LIRANews – Terkait dengan pemberitaan yang beredar luas tentang adanya nasabah BRI Cabang Bontang yang mengirimkan surat somasi akibat pihak Bank BRI dianggap tidak kooperatif dalam menjawab tiga pertanyaan dari nasabah tersebut yaitu:
- Berapa jumlah Account/Nomor Rekening PT. HSU pada BRI Cab.Bontang, baik itu Rekening Pinjaman maupuan Tabungan.
- Berapa jumlah total pinjaman perusahaan PT. HSU, pada BRI Cab.Bontang, mohon diberikan angka pastinya berikut dengan bukti pencairannya.
- Berapa jumlah Sertipikat Tanah dan Bangunan yang diagunkan oleh PT. HSU pada pinjaman tersebut, mohon dijelaskan secara terperinci Nomor Sertipikat, berikut dengan Alamat dan Nama Pemilik dalam Sertipikat tersebut.
Maka pada hari Jumat (17/01/2025) dari pihak Bank BRI mengirimkan hak jawab secara tertulis yang disampaikan oleh Pandu Kusuma Wardhana selaku Pemimpin Cabang BRI Bontang dengan keterangan sebagai berikut:
- Hasanah Sumber Utama tercatat sebagai debitur BRI Kantor Cabang Bontang dengan status kolektibilitas macet.
- BRI Kantor Cabang Bontang telah melakukan pengecekan dan verifikasi atas pencairan fasilitas kredit milik PT. Hasanah Sumber Utama, kami memastikan seluruh dana pencairan tersebut telah diterima sesuai dengan prosedur dan telah diterima oleh rekening perusahaan.
- Dalam menjalankan operasional bisnis, BRI senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Good Corporate Governance (GCG) dan menerapkan prinsip kehati-hatian perbankan (Prudential Banking).
Ceritanya berawal pada tahun 2016, Bunda NH selaku Direktur PT. HSU datang ke PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bontang untuk mengajukan kredit modal kerja dengan plafond sebesar Rp3.500.000.000,- (Tiga milyar lima ratus juta rupiah), pinjaman tersebut dimaksudkan untuk membiayai proyek pekerjaan Man Power Supply di PTB yang baru dimenangkannya, sementara itu disisi lain anak dari Bunda NH bernama HF selaku Direktur PT. HCU, telah lebih dahulu memiliki kredit pinjaman di bank tersebut dengan nilai pinjaman sebesar Rp3.200.000.000.- (Tiga milyar dua ratus juta rupiah) yang aktif berjalan.
Setelah melewati proses administrasi dan mengikuti tahapan birokrasi yang diminta maka selanjutnya permohonan tersebut dapat disetujui. Namun demikian setelah akad kredit dilakukan di depan Notaris, pencairan atas kredit pinjaman tersebut urung dilakukan, pihak bank yang diwakili oleh AO (Account Officer) pada saat itu menjelaskan bahwa nanti pencairan akan langsung dimasukkan ke rekening pemohon, sementara itu pihaknya akan melengkapi terlebih dahulu syarat-syarat tambahan yang diperlukan.
Waktu terus berjalan Bunda NH mulai disibukkan dengan kegiatan proyek yang sangat padat hingga tidak menyadari dana kredit pinjaman dari Bank BRI belum masuk ke rekeningnya hingga akhirnya masuk bulan kedua, ketiga dan seterusnya. Pada saat itu kondisi keuangan di rekening kas perusahaan bunda NH cukup aktif dengan sirkulasi dana keluar masuk dari tagihan-tagihan yang cair bersumber dari PTB, yang digunakan bunda NH untuk menutup biaya operasional, jika terdapat kekuarangan bunda NH menutupi dengan dana pribadi ditambah dana talangan yang bersumber dari kas perusahaan anaknya PT. HCU, arus kas yang terus berputar semacam itu dilakukan atas sepengetahuan dan persetujuan dari AN sebagai AO (Account Officer) PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bontang.
Perputaran uang di PT.HSU terbilang cukup besar karena mengerjakan pekerjaan Man Power Supply (Karyawan Pihak Ketiga; Red) sehingga harus menyiapkan gaji untuk lebih kurang 200 karyawan setiap awal bulan, oleh karena itu selama mengerjakan proyek tersebut PT.HSU kerap mengalami kendala likuiditas di tengah jalan, entah keterlambatan pencairan, kebutuhan dana yang mendesak dan lain sebagainya, maka untuk menutup kekurangan tersebut tanpa pikir panjang Bunda NH mulai menggadaikan dan menjual aset-aset lainnya seperti mobil, surat berharga, dan emas batangan, dengan harapan nanti saat habis kontrak dapat diganti atau bisa beli barang yang baru.
Sementara itu karena sadar dirinya punya hutang, Bunda NH selalu tertib menyetorkan uang sebesar Rp35.000.000,- (Tiga puluh lima juta rupiah) setiap bulan untuk membayar cicilan pinjaman ke rekening PT. Bank Rakyat Indonesia, padahal uang pinjamannya dari bank belum dicairkan tapi logika awam Bunda NH saat itu uangnya pasti sudah masuk ke rekeningnya, akibatnya PT.HSU sering kekurangan dana karena subsidi silang antara PT.HSU dan PT.HCU tidak berjalan dengan mulus karena secara tidak sadar yang satu kosong akibat pihak Bank tidak mencairkan pinjamannya, hingga akhirnya Bunda NH harus kalang kabut menutup kekurangan itu dari sumber-sumber pendanaan lain, hingga sampailah pada saat ketika PT. HCU mulai batuk-batuk dalam membayar cicilannya, hal ini secara langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap kemampuan membayar cicilan perusahaan Bunda NH yaitu PT. HSU, walaupun demikian kedua perusahaan itu berhasil menyelesaikan kontrak pekerjaan tersebut dengan baik dan namanya masih terjaga di PTB.
Disisi lain Bunda NH tidak mampu mempertahankan nama baiknya dimata Kreditur Perbankan, akibat salah satu perusahaannya yaitu PT. HSU terpaksa berhenti membayar cicilan dan telah dinyatakan sebagai kredit macet, akibatnya 4 unit tanah & bangunan yang menjadi agunan atas kredit pinjaman tersebut telah didaftarkan ke KPKNL Kota Bontang untuk di lelang, padahal sejatinya dia tidak punya utang. Dan anehnya seperti sihir sampai saat ini uang kredit pinjaman PT. HSU sebesar Rp3.500.000.000,- (Tiga milyar lima ratus juta rupiah) tersebut belum terbukti pernah dicairkan oleh pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), namun disini Bunda NH harus menerima konsekuensi atas kredit macetnya itu yakni aset-asetnya yang diagunkan telah didaftarkan ke KPKNL Kota Bontang untuk dilelang.
Dari Kota Bontang Kalimantan Timur, LIRANews melaporkan. (EY/LN/Kaltim)