Medan, LiraNews – Polemik di masyarakat muncul pasca pejabat publik menyatakan akan memberikan kompensasi kepada pelanggan yang terkena imbas pemadaman listrik (Blackout) yang melanda DKI Jakarta dan sebagian daerah di Pulau Jawa.
Masyarakat di luar pulau Jawa merasa tidak mendapat kompensasi atas pemadaman listrik yang terjadi selama ini. Polemik pun muncul.
Terkait polemik itu, Komunitas masyarakat menggelar Dialog Publik bertema ‘Diskriminatif Kompensasi Pemadaman Listrik’ dengan mengundang stakeholder terkait kelistrikan termasuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Eksekutif Vice President Region Sumatera PT PLN, Supriadi mengatakan sudah memberikan kompensasi kepada masyarakat atas pemadaman listrik yang terjadi.
“Kompensasi diberikan sesuai aturan Permen ESDM. Jadi secara tidak sadar, masyarakat Sumut (Sumatera Utara) sudah menerima kompensasi PLN. Kita ingat, sewaktu musim pemadaman listrik tahun 2013, kita pernah menganggarkan dana kompensasi sebanyak Rp50 miliar di Sumut pada zaman defisit yang direalisasikan dalam bentuk diskon tagihan,” jelasnya dalam Dialog Publik di New Penang Corner Cafe, Medan, pada beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan, kompensasi terhadap pemadaman listrik diberlakukan pada tahun 2012. Ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM no 27 tahun 2017.
Namun, PLN menyadari bahwa minimnya sosialisasi terkait kompensasi yang diberikan membuat banyak pelanggan yang tidak menyadari adanya kompensasi.
“Kompensasi sifanya langsung di tagihan berikutnya. Pelanggan biasanya gak merasa mendapatkan kompenasi. Kami juga menyadari. Hanya saja itu tadi kompensasi diberikan pengurangan tagihan atau diskon di bulan berikutnya. Pelanggan dikasih diskon tapi tak terasa ini memang itulah yang terjadi. Itu kompensasi bersifat nasional,” terang Supriadi.
Pembangunan Jaringan Bawah Tanah untuk Mengantisipasi Pemadaman Listrik
Dia menerangkan sebagai contoh di Kota Medan sudah 100 km di jaringan listrik udara sudah ditanam di bawah tanah.
“Tahun depan tergetnya listrik bawah tanah dibangun 130 km di Medan. Tingkat keandalan lebih tinggi,” tambahnya.
Supriadi menerangkan hampir dari setengah penyebab pemadaman listrik karena sentuhan pohon yang bisa membuat gangguan jaringan listrik sehingga padam.
“Program 10 tahun ke depan, kami mengimbau ke masyarakat untuk berperan serta dalam menjaga kelangsungan kelistirkan dengan memangkas pohon atau bisa lapor ke PLN untuk memangkas pohon. Petugas PLN akan daatang dengan perlatan. 40 persen penyebab listrik padam adalah karena pohon,” pungkas Supriadi.
Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut, Pandian Adi Siregar mempertanyakan kenapa PLN tidak memberitahukan kepada masyarakat Sumut terkait kompensasi tersebut. Padahal, lanjutnya, masyarakat berhak tahu sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.
“Masyarakat tidak pernah diberi tahu sudah pernah diberikan kompensasi. Mungkin jika masyarakat Sumut diberi tahu, bisa jadi lebih ribut dari warga Jakarta. Karena mereka tidak tahu lah makanya kelihatan tenang-tenang saja,” ujar Pandian.
Persoalannya kurang sosialisasi dari PT PLN, sambung Padian, menjadi masalah mengapa warga Sumut tidak mengetahui adanya kompensasi itu. “Jadi masalahnya TMP (Tingkat Mutu Pelayanan) di tiap daerah yang sebenarnya berbeda, itu yang kita anggap diskriminasinya,” ucapnya.
Pandian mencontohkan pemadaman yang sempat terjadi di bulan puasa disaat umat Islam sedang bersantap sahur dan berbuka puasa. “Malah sempat di Sumut ini, listrik padam disaat umat muslim sedang berpuasa. Kalau kita hitung saat itu, ada total 12 jam listrik padam hingga 3 hari berturut-turut,” ungkapnya.
Anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan menegaskan masyarakat berhak diberitahu soal kompensasi tersebut. “Dalam UU Perlindungan Konsumen, setiap pelanggan wajib menerima informasi, dan PLN seharusnya wajib melakukan itu, jika tadi katanya sudah memberikan kompensasi pada saat pemadaman listrik di Sumut,” tegasnya.
Sutrisno berharap kompensasi tidak perlu lagi dilakukan jika PLN fokus memastikan pemadaman listrik tidak terjadi lagi. “Yang terpenting adalah negara ini harus jujur menjelaskan pelayanan PLN pada masyarakat. Apalagi, PLN merupakan utusan langsung dari menteri BUMN. Jadi kita berharap kedepan, tidak ada lagi yang namanya kompensasi, karena kerugian yang dialami pelanggan mungkin jauh lebih besar, PLN seharusnya fokus membenahi sistem kelistrikan dan memastikan pemadaman tidak terjadi lagi,” harapnya.
Sementara itu, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Tetty Nuriani Silaen mengakui pernah memberikan rekomendasi pemecatan salah satu petinggi PLN akibat pemadaman bergilir di Sumut tahun 2013 lalu. “Ombudsman di tahun 2013 saat kejadian pemadaman listrik di bulan puasa pernah datang ke kantor PLN dan berhasil memberikan rekomendasi pemecatan salah satu petinggi PLN,” ungkapnya.
Tetty menyinggung kondisi yang dirasa tidak adil yang kerap dialami pelanggan terkait layanan listrik. Misalnya, sanksi PLN ke pelanggan yang keras saat melakukan kesalahan, sementara jika kesalahan dilakukan PLN tidak ada kejelasan bagaimana ganti ruginya ke pelanggan.
“Untuk kompensasi, harusnya balance ya, jika listrik padam masyarakat rugi banyak, tapi sebaliknya jika masyarakat membuat kesalahan, sanksinya oleh PLN cenderung sangat keras. Ini terkesan tidak fair yah, tegas ke pelanggannya tapi ke PLN nya tidak jelas penanganan atau kompensasinya,” tandasnya. LN-RED