Program Moderasi Agama Hai Hac, Haidar Alwi: Lindungi Anak Bangsa dari Paham Radikalisme dan Intoleransi

Jakarta, LiraNews – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi menunjukkan beberapa temuan mengkhawatirkan tentang generasi penerus bangsa, antara lain pelajar intoleran aktif di sekolah tingkat Menengah Atas SMA dan sederajat di 5 kota di Indonesia yang disurvei, meningkat.

Lima Kota itu adalah Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta, dan Padang. Ketika ditanya tentang tanggapan terhadap penghinaan agama, sekitar 20,2% pelajar mengaku tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan.

Tidak berhenti disitu, Haidar juga mengungkapkan, 56,3% pelajar menyokong penerapan syariat Islam.

“Yang lebih mengejutkan lagi 83,3% dari pelajar di 5 kota tersebut menilai Pancasila bukan ideologi negara bersifat permanen dan dapat diganti. Sekitar 33% pelajar setuju untuk membela agama termasuk harus mati dalam membela agama,” beber Haidar.

Hal ini, tutur Haidar, mengindikasikan perjuangan untuk meminimalisir intoleransi di Indonesia, jauh dari kata selesai.

“Sebelumnya kasus kasus intoleransi juga merebak di banyak tempat, intoleransi bukan hanya menggejala di kelompok muslim, tetapi juga dialami oleh pemeluk agama lainnya. Kita masih ingat di tahun 2016 terjadi aksi pembubaran paksa acara kebaktian di komplek Sasana budaya Ganesha atau Sabuga di kota Bandung. Kemudian sehari setelahnya ada penurunan paksa baliho Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta karena menampilkan sosok mahasiswi berjilbab pada penerimaan mahasiswa baru kampus itu. Selang 3 hari setelah insiden tersebut 9 warga muslim yang datang ke Kupang Nusa Tenggara Timur untuk mengikuti acara keagamaan di Atambua Belu diusir oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Brigade Timur,” papar Haidar.

Menurut Haidar, intoleransi dan konservatisme bukan hanya terjadi pada anak muda dan pelajar saja, di tahun 2018 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengeluarkan hasil penelitian, bahwa 78% guru agama Islam, setuju penegakan syariat Islam termasuk penerapan hukum rajam cambuk dan potong tangan.

“Sementara dalam buku ajaran agama Islam sempat ditemukan yang mengandung intoleransi dan bernuansa kekerasan. Ditambah lagi dengan temuan buku ajaran agama Islam yang memasukkan paham tokoh Islam dari Arab Saudi, yakni Muhammad bin Abdul Wahab yang dikenal sebagai pendiri ajaran Wahabi dalam buku ajar SMA kelas 11,” sesal Haidar.

Haidar menyebut, intoleransi lahir dari kejumawaan diri, dan tidak mau menghargai pendapat dan menganggap dirinya, keyakinannya atau golongannya paling benar, sementara kelompok lain dianggap salah, sesat bahkan kafir.

“Intoleransi adalah buah dari kesombongan dan ketidakpedulian dengan eksistensi orang lain, bahkan dianggap sebagai gangguan atas keyakinan dirinya. Sikap intoleransi yang merebak dimana-mana, bahkan menggejala di anak muda dan pelajar Indonesia, tidak boleh dibiarkan,” ingat Haidar.

Haidar menegaskan, setiap orang yang hidup di negara Indonesia harus dijamin keamanannya dan terbebas dari rasa takut atas gangguan orang yang berbeda keyakinan.

Haidar berharap kepada seluruh masyarakat untuk mendukung program moderasi beragama yang digaungkan oleh Haidar Alwi Care yang pimpin langsung oleh dirinya.

“Masyarakat harus didukung terus dan tidak boleh berhenti,” tukas Haidar.

Haidar pun berharap program-program moderasi agama, jangan hanya bergaung di elite agama dan di ruang ruang-ruang pertemuan yang mewah saja, tetapi harus menyasar kelompok-kelompok di tingkat bawah, kelompok yang rentan terjangkit intoleransi dan mudah terpapar konservatisme.

“Dengan demikian kita berharap intoleransi dan konservatisme agama hilang di muka bumi Indonesia dan semua orang hidup berdampingan dengan damai dan saling menghargai,” tutup Haidar Alwi. LN-Daniel

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *