JAKARTA – Salah satu pendiri Aliansi Mahasiswa Islam Nusantara (AMIN) Napoleon Oxtober Bonaparte menyayangkan terjadinya bentrok fisik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dalam proses relokasi warga.
“Kami meminta cara-cara yang mengedepankan humanisme,” kata Napoleon kepada awak media di Jakarta, Sabtu (9/9/2023).
Bentrok terjadi antara warga yang menolak direlokasi alias digusur ke pemukiman lain, karena kawasan tersebut dinyatakan masuk dalam zona industrialisasi baru BP Batam.
Napoleon menilai, alasan investasi jangan sampai membuat semua cara dihalalkan, apalagi sampai terjadi kekerasan.
“Bicara investasi, maka juga tetap mengedepankan kearifan lokal dan masyarakat di tempat itu,” tukasnya.
Napoleon memahami bahwa di pulau Rempang itu akan dibangun investasi, yakni pabrik kaca terbesar di dunia. Namun semua harus diperhatikan, dampak dan konsekuensi secara ekologis maupun sosiologis dalam jangka panjang.
“Semua harus dikaji, baik AMDAL dan dampak lainnya, serta kebaikan yang akan didapat atas berdirinya pabrik kaca terbesar pertama di dunia di luar cina ini,” papar Napoleon.
Pada intinya, jelas Napoleon, urung rembuk masyarakat itu perlu dilakukan lebih mendalam, apa lagi ini menyangkut jati diri masyarakat yang menempati kawasan tersebut.
Napoleon pun mengingatkan kembali amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa: Bumi air dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat seluas-luasnya.
“Saya yakin jika (relokasi, red) dilakukan secara humanisme pasti ketemu win solusinya,” tandas Napoleon.
Ia mengaku sangat perihatin jika sampai ada korban jiwa dalam kemelut Pulau Rempang.
“Negara harus tampil bijak tidak seperti dalam tekanan investor. Biarkan proses humanisme ini berjalan baik dan benar, sehingga tidak ada konflik lokal maupun nasional nantinya,” tuntas Napoleon.