BOGOR, LIRANEWS.COM | Pengadilan Negeri (PN) Bogor kembali menggelar sidang lanjutan perkara perdata dengan Nomor 26/Pdt.G/2025/PN.Bgr yang melibatkan Agustiani Tio Fridelina sebagai Penggugat melawan Rossa Purbo Bekti sebagai Tergugat.
Agenda sidang kali ini adalah mediasi antara kedua belah pihak yang dipimpin oleh Hakim Mediator Ibu Setyawaty.
Namun dalam sidang mediasi yang digelar hari ini, pihak Tio (penggugat) tidak dapat hadir secara langsung. Menurut keterangan kuasa hukum Penggugat, Army Mulyanto, S.H., kliennya saat ini dalam kondisi kesehatan yang menurun dan sedang menjalani istirahat total atau bed rest.
“Klien kami tidak bisa hadir karena sedang sakit dan memerlukan istirahat penuh. Kemarin, beliau sempat menjalani pemeriksaan medis di RS Mitra Keluarga Depok,” jelas Army kepada media, Rabu (16/4/2025).
Sementara itu, pihak Rossa Purbo Bekti (tergugat) hadir dalam sidang mediasi. Kuasa hukum Penggugat menyampaikan secara langsung kepada Hakim Mediator kronologi peristiwa yang melatarbelakangi gugatan ini, mulai dari posita hingga petitum.
Disebutkan bahwa gugatan dilayangkan sebagai bentuk kekecewaan mendalam kliennya terhadap tindakan Rossa Purbo Bekti yang dinilai menyalahgunakan kewenangan sebagai Kasatgas dan berdampak langsung terhadap kesehatan dan hak hidup klien mereka.
Salah satu poin krusial dalam gugatan ini adalah dugaan tindakan pencekalan terhadap Agustiani Tio Fridelina, yang disebut telah menghambat kelanjutan pengobatan klien ke Tiongkok (China).
“Pencekalan ini menyebabkan klien kami tidak bisa menjalani pengobatan lanjutan yang sangat dibutuhkan untuk kondisi kesehatannya. Akibatnya, kondisi beliau semakin memburuk, dan harapan untuk sembuh menjadi semakin kecil,” ujar Army.
Ia menambahkan bahwa pencekalan tersebut tidak hanya berdampak medis, tetapi juga menjadi bentuk pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia.
“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal kemanusiaan. Hak untuk hidup sehat dan mendapatkan pengobatan layak adalah hak dasar setiap manusia. Kami sangat menyayangkan karena sampai saat ini tidak ada satu pun respon dari pimpinan KPK, tempat Tergugat berdinas, terhadap surat-surat yang kami kirimkan,” tegas Army.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa selain surat dari kliennya, permintaan untuk memberikan dispensasi pengobatan juga telah disampaikan oleh lembaga negara seperti KOMNAS HAM dan KOMNAS PEREMPUAN. Namun hingga hari ini, belum ada tanggapan dari pihak KPK.
“Kami telah meminta dengan cara yang baik. KOMNAS HAM dan KOMNAS PEREMPUAN pun telah ikut menyuarakan permintaan tersebut. Tapi tidak ada respon. Ini menunjukkan adanya pengabaian terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia,” tambahnya.
Sidang mediasi hari ini belum menghasilkan kesepakatan antara para pihak. Berdasarkan peraturan yang berlaku, proses mediasi diberikan waktu maksimal selama 40 hari.
Agenda mediasi selanjutnya direncanakan akan berlangsung pada minggu depan, dengan harapan kondisi kesehatan Penggugat sudah membaik dan memungkinkan untuk hadir langsung.
Kasus ini pun mendapat perhatian publik karena menyentuh isu penting terkait hak atas kesehatan, keadilan, serta dugaan pelanggaran prosedur oleh aparat negara. Kuasa hukum Penggugat berharap, melalui proses hukum yang sedang berlangsung, keadilan dapat ditegakkan dan hak-hak klien mereka dapat dipulihkan.