Jakarta, LiraNews – Pemerintah mengeluarkan aturan yang mewajiban test PCR dan vaksin untuk penerbangan pesawat keluar masuk Jawa Bali dan serta perjalanan darat laut udara di pulau Jawa-Bali.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Menyikapi hal tersebut, anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyebut, kebijakan ini lebih kuat muatan bisnisnya daripada tujuan kesehatan.
“Kebijakan ini aneh dan terlalu jelas motifnya. Data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat nilai impor alat tes PCR hingga 23 Oktober 2021 mencapai Rp2,27 triliun melonjak drastis dibandingkan dengan bulan Juni senilai Rp523 miliar.” kata Sukamta, Jumat (29/10/2021).
Menurut Sukamta, para importir kit tes PCR ini luar biasa. Berani dan punya terawangan jitu bisa menduga bahwa kebutuhan kit PCR akan meningkat.
“Padahal bulan lalu belum ada kebijakan soal kewajiban tes PCR dikeluarkan oleh pemerintah,” tutur Sukamta.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini kemudian memberikan perhitungan kasar gurita bisnis tes PCR.
“Kebutuhan alat tes PCR per hari sekitar Rp100 ribu – 200 ribu kit. Artinya, sebulan bisa mencapai Rp2,8-5,6 juta kit. Jika harga tes PCR Rp 300.000 saja potensinya mencapai Rp800 milliar sampai 1,6 triliun per bulan. Bahkan sejak pandemi Covid-19 telah dilakukan tes Covid-19 mencapai Rp45,52 juta dengan total estimasi nilai pasar bisnis tes Covid-19 sudah menembus angka Rp15 triliun. Ini jelas bisnis menggiurkan di tengah pandemi yang bikin ekonomi lesu,” papar Sukamta.
Lalu, tanya Sukamta, siapa yang menikmati? Sukamta pun kemudian menampilkan data, perusahaan swasta yang paling banyak menikmati bisnis ini.
“Pertama, negara eksportir. Menurut data BPS impor reagent untuk tes PCR pada periode Januari-Agustus 2021 mencapai 4.315.634 kg (4.315 ton) dengan nilai 516,09 juta dolar AS atau setara Rp7,3 triliun. Tiongkok dan Korea menjadi negara eksportir terbesar senilai masing masing USD174 juta dollar dan USD181 juta dollar, disusul AS sebesar USD45 juta dollar, Jerman USD33 juta dollar,” urai Sukamta.
Kedua, sebut Sukamta, perusahaan importir swasta dalam negeri.
“Data Bea dan Cukai, perusahaan swasta adalah entitas yang mendominasi kegiatan impor PCR mencapai 88,16 persen, lembaga non profit hanya 6,04 persen, dan pemerintah 5,81 persen,” beber Sukamta.
Wakil Ketua F-PKS DPR RI ini menambahkan alasan motif bisnis lebih kuat dibandingkan dengan motif kesehatan yaitu vaksinasi dan kebijakan pembatasan pergerakan.
“Persyararatan perjalanan dalam negeri khususnya wilayah Jawa Bali dengan mewajibkan test PCR dan sudah vaksin menjadi kebijakan aneh dan di duga motif ekonomi lebih kuat dibandingkan alasan kesehatan,” ungkap Sukamta.
Pernyataan Sukamta ini didasari oleh beberapa hal. Pertama, kondisi di Indonesia status Covid telah menjadi pandemi. Kasusnya menyebar merata di semua wilayah.
“Test PCR juga bukan jaminan bahwa penumpang benar-benar terbebas dari virus Covid-19. Maka mewajibkan PCR dengan kondisi persebaran massif tidak akan berdampak signifikan,” ucap Sukamta.
Kedua, lanjut Sukamta, syarat PCR dibarengi dengan syarat sudah vaksinasi. Kebijakan ini kontraproduktif dengan kebijakan vaksinasi.
“Jumlah vaksinasi dosis 1 telah mencapai 50 persen, dan dosis 2 30an persen. Alasan giatnya masyarakat vaksinasi agar bisa segera beraktifitas secara normal,” tukas Sukamta.
Sukamta menyatakan, PCR tes membuat rakyat berfikir ulang ikut vaksinasi yang harus susah payah, panas-panasan, antrian panjang, namun setelah vaksin tetap saja harus PCR untuk melakukan perjalanan dan kegiatan secara normal.
“Setelah edaran ini dijalankan rakyat menjadi malas untuk ikut vaksinasi,” imbuh Sukamta.
Legislator asal Dapil D.I. Yogyakarta ini pun mengingatkan, vaksin telah terbukti membuat resiko kematian lebih rendah bagi orang yang terpapar Covid-19 namun vaksinasi masih jauh dari target.
“Seharusnya pemerintah lebih gencar mendorong pencapaian target vaksinasi bukan membuat kegaduhan,” pungkas Sukamta.
Seperti telah ramai diperbincangkan, berdasarkan Keputusan Hasil Rapat Kabinet Terbatas tanggal 25 Oktober 2021, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Isinya aturan penumpang semua moda transportasi di Jawa Bali wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan.