Jakarta, LiraNews – Presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki hak prerogatif dalam menentukan para menteri yang akan masuk dalam kabinet pemerintahannya selama lima tahun mendatang.
Prabowo tentu akan mengajak bicara para ketua umum partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam penyusunan kabinet. Namun, Prabowo berhak menolak atau menerima usulan atau masukan dari elite partai politik terkait nama menteri yang akan ditunjuk.
Dalam menentukan menteri, tidak cukup hanya kapabilitas dan profesional, tapi aspek integritas juga harus menjadi pertimbangan dalam menunjuk menteri. Calon menteri harus mempunyai integritas yang baik. Mereka bukan mantan koruptor dan bukan pula orang yang sedang tersandung kasus korupsi.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Era Politik (Erapol) Indonesia Khafidlul Ulum kepada para wartawan, Senin (23/9/2024).
Sebelumnya, lanjut pria yang akrab disapa Cak Ulum ini, Prabowo dengan tegas menyatakan dirinya akan memberantas korupsi, bahkan akan mengirim tim khusus untuk mengejar koruptor sampai ke Antartika.
“Tentu, janji itu harus dibuktikan Prabowo, dan bisa dimulai dari penyusunan kabinet,” ujar Cak Ulum.
Cak Ulum melihat, ada sejumlah alasan kenapa Prabowo harus menolak koruptor jadi menteri di kabinetnya.
Pertama, sebut Cak Ulum, korupsi bukanlah kejahatan biasa, bahkan digolongkan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.
“Korupsi adalah tindak kejahatan yang sangat berdampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Karena dampaknya sangat luar biasa, maka Prabowo harus melakukan pencegahan sejak awal. Yaitu, dengan tidak memilih sosok yang pernah atau sedang tersangkut tindak pidana korupsi,” tegas Cak Ulum.
Kedua, kata Cak Ulum, jika Prabowo memilih orang yang tersangkut kasus korupsi jadi menteri, maka orang itu akan menjadi beban bagi kabinet Prabowo.
“Masyarakat akan meragukan integritas pejabat tersebut. Jika integritasnya bermasalah, bagaimana mereka bisa menjadi pejabat yang baik dan dipercaya rakyat?,” tanya Cak Ulum.
Ketiga, tutur Cak Ulum, tidak ada jaminan orang yang pernah korupsi atau sedang tersangkut kasus korupsi itu tidak mengulangi perbuatannya lagi.
“Kemungkinan besar mereka akan mengulangi lagi perbuatan dan tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat itu,” ingat Cak Ulum.
Keempat, tambah Cak Ulum, Prabowo tidak cukup hanya berjanji memberantas korupsi, tapi sebagai presiden, dia juga harus memberi contoh bagi masyarakat dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Sekarang banyak pejabat yang pintar, tapi sedikit yang bisa menjadi contoh. Indonesia sekarang menghadapi krisis keteladanan,” tukas Cak Ulum.
Prabowo, saran Cak Ulum, sebaiknya menggandeng penegak hukum atau membentuk tim khusus untuk menelusuri track record integritas calon menteri.
“Tim bisa memberikan penilaian terhadap calon menteri yang akan ditunjuk sebagai pembantu Prabowo,” imbau Cak Ulum.
Cak Ulum mengungkapkan, pemerintahan sebelumnya pernah melibatkan KPK dalam menilai calon menteri, tapi hal itu dilakukan hanya sebatas pencitraan atau gimik politik saja.
“Sudah tidak zamannya lagi pencitraan dilakukan dalam pemberantasan korupsi,” tutup Cak Ulum. LN-RON