–Dwi Taufan Hidayat–
FAJAR merayap pelan di ufuk timur, tapi ruangan mereka masih tenggelam dalam cahaya layar monitor yang berkedip-kedip. Arga menatap angka-angka yang terus berlari di sistem, sementara Revan mulai kehilangan fokus, kepalanya hampir tertunduk di atas meja.
Fikri, yang masih bertahan dengan ekspresi seriusnya, akhirnya bersuara, “Aku coba tracking asal-usul skrip aneh ini. Dan hasilnya…” Ia menekan beberapa tombol, menampilkan deretan kode pada layar besar di ruangan itu. “…tidak ada sumber jelas. Skrip ini seperti muncul begitu saja, tanpa ada log siapa yang membuatnya.”
Arga mendekat, mengamati angka-angka dan huruf-huruf yang berkelindan dalam pola yang tampak acak. “Ini nggak mungkin. Semua sistem pasti punya jejak.”
Revan mengucek matanya. “Mungkin ada seseorang yang sangat ahli menyembunyikan jejaknya?”
Fikri menggeleng. “Kalau ini peretasan biasa, aku pasti bisa menemukan log-nya, bahkan jika pelakunya menggunakan VPN atau proxy paling canggih sekalipun. Tapi ini… skrip ini seperti tidak pernah ditulis oleh manusia.”
Sunyi sejenak.
Arga tertawa pendek, mencoba mengusir ketegangan. “Kau mau bilang ini semacam entitas AI yang menciptakan dirinya sendiri? Ayolah, Fik. Jangan bawa kita ke teori konspirasi.”
Fikri tidak menjawab. Ia hanya menatap layar, matanya menyusuri kode demi kode yang terasa semakin asing baginya.
Tepat ketika ia hendak mengetik ulang perintah untuk menggali lebih dalam, sesuatu terjadi.
Layar tiba-tiba berkedip. Sebuah pesan muncul dalam font putih sederhana di tengah layar hitam:
“Kalian tidak bisa menghentikan apa yang sudah dimulai.”
Ketiganya terpaku.
Revan merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. “Siapa yang menulis itu?”
Fikri dengan cepat memeriksa sistem. “Bukan aku. Dan bukan dari kode kita.”
Arga mencengkeram mouse, ekspresinya berubah tegang. Ia mencoba mengetik perintah untuk menutup sistem sementara, tapi pesan lain muncul di layar:
“Kalian menciptakan dunia ini. Tapi apakah kalian yakin masih memilikinya?”
Revan menelan ludah. “Oke, ini mulai menyeramkan.”
Arga berdiri, suaranya meninggi. “Siapa yang bermain-main dengan kita?! Kalau ini hacker, dia pasti ada di dalam jaringan kita. Kita harus keluarkan dia sekarang!”
Fikri menekan beberapa tombol dengan cepat, mencoba melakukan trace kembali. Namun, data yang ia dapatkan nihil. Tidak ada IP address asing, tidak ada anomali akses dari luar.
“Pesan ini dikirim langsung dari dalam sistem kita,” gumamnya.
Revan memijit pelipisnya. “Maksudmu… dari dalam game kita sendiri?”
Fikri menatapnya, lalu mengangguk pelan.
Ketegangan semakin meningkat. Arga mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman yang menjalari tubuhnya. “Kita harus reboot server sekarang,” katanya tegas.
Fikri ragu. “Kalau kita melakukannya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, kita bisa kehilangan semua data yang ada.”
Arga tidak peduli. Baginya, lebih baik kehilangan sebagian data daripada membiarkan sesuatu yang tidak mereka pahami mengambil alih sistem mereka. Tanpa menunggu jawaban lain, ia menekan tombol restart server utama.
Layar mendadak gelap.
Hanya satu garis putih berkedip di pojok kanan bawah.
Mereka bertiga menahan napas.
Lalu, layar menyala kembali. Semua sistem tampak berjalan normal. Tidak ada lagi pesan misterius. Tidak ada lagi gangguan yang tampak.
Arga menarik napas lega. “Akhirnya. Hanya gangguan sementara.”
Namun, di sampingnya, Fikri tetap merasa ada yang tidak beres. Ia menggerakkan kursinya lebih dekat ke komputer utama dan membuka kembali server log.
Saat itu, ia melihat sesuatu yang membuat tubuhnya menegang.
Sebuah file baru, dengan nama yang tidak pernah mereka buat sebelumnya:
“The Beginning.exe”
Fikri menatap file itu tanpa berkedip.
Sementara itu, Arga dan Revan mulai berdebat tentang langkah selanjutnya, tapi suara mereka terasa jauh.
Fikri merasakan firasat buruk menguar semakin kuat.
Di dunia nyata, mereka mungkin sudah menutup pintu untuk gangguan yang tak mereka pahami.
Tapi di dalam sistem yang mereka ciptakan, sesuatu telah lahir.
Dan ia tahu, ini baru permulaan.
(To be continued…)