Jakarta, LiraNews.com – Diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 atau 51 tahun yang lalu adalah merupakan tonggak sejarah dimulainya pemerintahan Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
“Selama lebih 32 tahun beliau memberikan dharma baktinya, mencurahkan tenaga dan pikiran untuk membangun negeri, bangsa, dan rakyat yang sangat beliau cintai,” ujar Titiek Soeharto dalam sambutannya pada acara Shalawat Untuk Negeri di Masjid At Tin, TMII, Jaktim, Sabtu malam (11/3/2017).
Dengan menggunakan stratregi Trilogi Pembangunan, lanjutnya, yaitu stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Berbagai pembangunan di segala bidang dilaksanakan, terutama di bidang pertanian, infrastruktur dan kesejahteraan rakyat.
Keberhasilan dari pembangunan mencapai dapat penghargaan dari lembaga-lembaga internasional, diantaranya tahun 1986 mendapatkan penghargaan dari FAO, karena keberhasilan dalam swasembada beras. Kemudian tahun 1989, mendapatkan penghargaan dari PBB, karena kesuksesan Indonesia dalam program keluarga berencana.
Begitu banyak keberhasilan yang dicapai oleh Orde Baru yang dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia, kita sudah siap-siap untuk tinggal landas, namun krisis keuangan yang melanda Asia Tenggara di tahun 1997, berimbas juga kepada negara kita. Sehingga kita crash di ujung landasan. Kita dilanda krisis ekonomi dan krisis nasional yang akhirnya membawa Presiden Soeharto mengambil keputusan untuk berhenti sebagai presiden.
“Saya teringat, sewaktu malam ketika beliau akan lengser, beliau memanggil putra-putrinya. Mengatakan, bahwa besok saya akan berhenti sebagai presiden. Lalu salah seorang dari kami menanyakan, apakah Bapak sudah yakin dengan apa yang Bapak putuskan. Beliau hanya mengatakan, bahwa sejarah akan membuktikan apa yang Bapak telah jadi ini untuk bangsa ini,” tutur putri Presiden ke 2 Soeharto ini.
Titiek memaparkan, 20 tahun reformasi berjalan, tidak membuat negara ini lebih baik. Bahkan kesenjangan antara si miskin dan si kaya makin jauh. Dia sangat setuju apa yang dikatakan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, bahwa demokrasi kita sudah kebablasan.
Tidak ada lagi demokrasi terpimpin yang selalu didengung-dengungkan oleh Bung Karno, tidak ada lagi demokrasi Pancasila yang didengung-dengungkan oleh Pak Harto.
Yang ada adalah demokrasi liberal, di mana setiap orang bisa berkata dan berbuat seenaknya tanpa mengindahkan norma-norma ketimuran yang kita miliki. Perubahan keadaan suasana yang tidak nyaman di berbagai tempat ini.
“Kita sering mendengar orang mengatakan enak zaman Pak Harto, aman, gampang cari makan, dan gampang cari kerja. Akhirnya saya berpikir, mungkin ini yang dikatakan oleh Bapak, sebelum lengser bahwa sejarah akan membuktikan, apa yang sudah Bapak perbuat untuk bangsa ini. Begitu banyak rakyat yang merindukan dan mendoakan Pak Harto,” ungkapnya.
Untuk itu, Titiek mengibau, marilah kita bersama-sama untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk membangun dan sejahterakan bangsa ini. Kita kembalikan rel nya demokrasi yang kebablasan itu seraya berdoa dan memohon kepada Allah SWT.
“Agar kita diberikan kekuatan lahir bathin dalam menghadapi segala cobaan, dijauhkan dari malapetaka dan bencana, dan segera diangkat dari kemiskinan dan kebodohan,” pungkasnya.
Dengan melaksanakan zikir, shalawat dan doa untuk negeri tercinta Indonesia agar negeri kita dijauhkan dari malapetaka dan bencana. Tercipta kedamaian dan kestabilan sehingga kita bisa membangun untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera berdasarkan Pancasila. LN-MHS