Wanita Pedagang Ikan Tersangkut Kasus Arisan di Minahasa Selatan, Lawyer: Prinsip Due Process of Law Wajib Diterapkan

Suasana Persidangan Kasus Arisan di Minahasa Selatan.

Amurang, LiraNews.com – Seorang wanita yang berprofesi sebagai pedagang ikan di Minahasa Selatan terpaksa harus berurusan dengan hukum dalam kasus Arisan.

Sidang kedua kasus arisan melibatkan ibu-ibu pebisnis ikan telah digelar di Pengadilan Negeri Amurang Kabupaten Minahasa Selatan, Selasa (27/8/2014).

Read More
banner 300250

Pada sidang perdana sebelumnya, pengadilan Negeri Amuring menetapkan UK alias Wati sebagai terdakwa kasus Arisan, dengan Perkara Pidana Nomor 57/Pid.B/2024/PN Amr.

Dalam Surat Dakwaan tertanggal 6 Agustus 2024, terdakwa UK alias Wati dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Dakwaan Alternatif.

Yaitu melakukan Tindak Pidana Perbankan Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan sebagaimana diubah terakhir dengan UU RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, atau melakukan Tindak Pidana Penipuan Pasal 378 KUHP atau melakukan Tindak Pidana Penggelapan Pasal 372 KUHP.

Untuk sidang kedua ini, penasihat hukum terdakwa UK alias Wati, William Edson Apena, S.H. meminta keadilan yang lebih substantif, karena sejatinya Wati adalah korban dalam kasus Arisan.

Apena juga merasa pembelaan yang akan dilakukan lantaran JPU tidak memberikan Turunan/Salinan Berkas Perkara (lengkap) kepada Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa.

Apena selaku penasihat hukum Terdakwa Wati, akan memaparkan alat-alat bukti yang menunjukkan bahwa Wati (Terdakwa) tidak bersalah.

“UK atau Wati adalah Korban dalam kegiatan arisan ini,” jelas Apena.

Apena menegaskan, klientnya tidak melakukan Tindak Pidana Perbankan atau Tindak Pidana Penipuan atau Tindak Pidana Penggelapan sebagaimana didakwakan JPU.

Sebaliknya, UK alias Wati dalam perkara ini adalah korban dari arisan lelang yang diadakan oleh terpidana UA alias Sarah dalam Perkara Nomor 16/Pid.Sus/2024/PN Amr Jo Perkara Nomor 76/PID/2024/PT MND.

Apena menuturkan, Wati baru kali ini menghadapi persoalan hukum seumur hidupnya.

Meskipun ada ketakutan di dalam hatinya tentang apa yang akan dihadapi nanti, tapi Terdakwa tetap berdiri teguh kepada prinsipnya.

“Karena Terdakwa tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh JPU. Kami akan membuktikan bahwa Terdakwa UK alias Wati tidak bersalah,” jelas Apena.

Ia mempertanyakan kenapa hingga sidang kedua ini pihak JPU tidak menyerahkan Turunan Berkas Perkara kepada Terdakwa dan Penasehat Hukumnya.

Padahal Majelis Hakim dalam sidang sebelumnya, telah memerintahkan JPU untuk menyerahkan Turunan Berkas Perkara kepada penasehat hukum.

Lebih lanjut Apena menyampaikan Terdakwa Wati memiliki hak asasi/Hak Konstitusional untuk diadili dengan proses hukum yang baik, benar, adil, dan tidak sewenang-wenang.

“Termasuk berhak untuk mendapatkan salinan atau turunan dari Berkas Perkara,” tegas Apena.

Dalam wawancara yang dilakukan kepada Apena di sidang kedua ini, penasehat Hukum Terdakwa menyampaikan beberapa hal:

Pertama, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, dikenal due process of law diartikan sebagai suatu proses hukum yang baik, benar dan adil.

Kedua, due process of law adalah jaminan konstitusional yang menegaskan bahwa hukum tidak ditegakkan secara tidak rasional, sewenang-wenang, atau tanpa kepastian.

Ketiga, penerapan due process of law tercermin dalam asas-asas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUAHP):

– Equality before the law (Perlakuan yang sama di muka hukum) tanpa diskriminasi apapun.

– Presumption of innocence (Praduga tak bersalah).

– Hak Tersangka atau penasihat hukum untuk mendapatkan salinan atau turunan dari BAP.

– Hak Tersangka atau Penasehat Hukum untuk mendapatkan salinan atau turunan dari Berkas Perkara.

– Kewajiban penuntut umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa dengan bukti-bukti yang sah menurut hukum (legal evidence).

William Edson Apena, S.H.

Jalannya Persidangan

Dalam sidang kasus lanjutan dari Wati yang dilaksanakan (27/08/2023) di pengadilan negeri Amurang dengan Majelis Hakim Marthina Ulina Sangian Hutajulu, SH, M.H.Li, Swanti Novitasari Sibori, SH dan Dearizka, SH., M.H. dengan Jaksa Ferdi Ferdian Dwirantama, SH.

Awal persidangan, Apena menyapaikan kepada Hakim untuk melakukan penundaan persidangan pada Minggu berikutnya.

Apena berargumentasi karena, Jaksa Penuntut Umum baru meyerahkan berkas perkara kepada terdakwa, yang mana itu adalah hak terdakwa.

Namun hasil musyawarah hakim, persidangan tetap dilajutkan untuk pemeriksaan saksi yang diundangan dan hadir pada saat ini, karena penyerahan berkas perkara tidak menjadi keharusan.

Sidang pun tetap dilanjutkan. Dari tujuh saksi, ada satu saksi sebagai terlapor yang hadir untuk diperiksa.

Saksi terlapor yang hadir itu adalah Irawati. Dalam pemeriksaan, Irawati menyampaikan kenal dengan terdakwa (Wati) kurang lebih 7 tahun sebagai teman dan melakukan bisnis ikan, pelapor menjual ikan.

Menurut saksi terdakwa mengajak ikut arisan lelangan. Keuntungan 100% selama tiga hari, dan menurut saksi dia ikut karena keuntungan yang ditawarkan.

Dalam persidangan ini Saksi sebagai pelapor mengatakan dia mengikuti arisan lain, dengan owner Sukmi.

Dalam persidangan ini sempat terjadi perdebatan antara saksi dan penasehat hukum terdakwa, yakni ketika penasehat hukum terdakswa medalami hubungan antara saksi dan Sukmi.

Hakim tegas dalam memimpin persidangan, dan menyampaikan kepada saksi untuk menjawab pertanyaan dari penasehat hukum terdakwa yang belum tentu tersangka.

Dan pengacara juga menanyakan saksi sebagai posisinya sebagai saksi.

Hakim yang memimpin persidangan menyampaikan persidangan akan dilanjutkan minggu depan untuk pemeriksaan saksi lebih lanjut.

Suasana Persidangan Kedua Kasus Arisan.

KRONOLOGIS

Dalam wawancara Apena lantas menyampaikan kenapa klientnya, Wati, bukan pihak yang bersalah dan tak layak dijadikan terdakwa dalam kasus Arisan tersebut. Malah ia adalah korban Arisan dan bukan bukan pengelola dana.

Secara kronologis, Apena menjelaskan awalnya Wati (Terdakwa) dan Irawati (Korban) merupakan teman dekat yang memiliki jenis bisnis yang sama, yakni jual beli ikan.

Wati (Terdakwa) tidak pernah menawarkan Kegiatan Arisan tersebut kepada Irawati (Korban).

Irawati (Korban) sendiri yang pertama kali menghubungi Wati (Terdakwa) dan mengajak Wati (Terdakwa) untuk mengikuti kegiatan arisan tersebut.

Karena menurut Irawati, ia sebelumnya sudah mengikuti kegiatan arisan tersebut tetapi lewat member dari owner Arisan tersebut.

Wati (Terdakwa) bukan member yang menghimpun/mengumpulkan dana masyarakat, justru Wati juga adalah korban di mana jumlah uang Wati jauh lebih banyak dari jumlah uang Irawati (Korban) dalam arisan tersebut. Kemudian uang arisan mereka telah digelapkan oleh Owner Arisan tersebut.

Irawati (Korban) menitipkan dananya melalui adik Terdakwa (Zulkarnain Katili) lewat via transfer ke nomor rekening adik terdakwa (Zulkarnain Katili).

“Uang Wati (Terdakwa) dan Uang Irawati (Korban) untuk Arisan yang ada di dalam Rekening Adik Terdakwa (Zulkarnain Katili) selanjutnya dikirim langsung ke Rekening Owner Arisan tersebut,” jelas Apena.

Dengan demikian Uang Wati (Terdakwa) dan Uang Irawati (Korban) untuk arisan sudah ditransfer ke rekening owner arisan.

“Dan perlu menjadi catatan penting: Uang Wati (Terdakwa) yang ditransfer ke Nomor Rekening Owner Arisan dan digelapkan oleh owner arisan adalah lebih banyak dari Uang Irawati (Korban),” tandas Apena.

Apena juga mengatakan uang Irawati (Korban) tidak digunakan/digelapkan oleh Wati (Terdakwa), tapi sepenuhnya telah ditransfer ke Rekening Owner Arisan termasuk Uang milik Wati (Terdakwa).

“Jadi dalam perkara arisan ini, menurut hukum Owner Arisan tersebutlah yang harus bertanggungjawab,” tegas Apena.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *