Seri Buku: Sejarah Oligarki Sembilan Naga (Bagian 4, Pembangunan Ekonomi Nasional Masa Orde Baru)

Penulis: Pandhita Mukti

Awal Pembangunan Ekonomi Nasional dan Kebijakannya

Read More
banner 300250

Penulisan ini dimulai dari pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, pemerintahan rezim Soeharto / Orde Baru. Alasan penulis dikarenakan di masa kekuasaan Bung Karno pembangunan ekonomi mengalami banyak hambatan, karena keterbatasan sebagai negara yang baru merdeka, sehingga terjadi kegagalan, hingga akhirnya kekuasaan Bung Karno diturunkan oleh rakyatnya.

Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi kita memang dimulai dari periode masa kekuasaan Orde baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto yang kebijakannya dua kakinya yang justru menimbulkan adanya embrio kekuasaan para kapitalis yang telah menjadi oligarki yang pada saat ini telah mampu menguasai pemerintahan Rezim Jokowidodo. (Kebijakan ini banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui tetapi merasakan dampaknya).

Sebagai bahan penulisan ini agar objektif dan dapat dipertanggung jawabkan, penulis mendapatkan bahan-bahan dari berbagai bersumber seperti perpustakaan, dari media social/Google, Internet, WhatsApp, dan media Televisi dan hasil diskusi-diskusi public tentang keadaan perpolitikan negara saat ini, dan juga pengalaman pribadi penulis baik melalui hubungan kerja sebagai Auditor, Konsultan Keuangan pada beberapa Kantor Akuntan Publik dan Kantor Konsultan lainnya.

Seperti melaksanakan audit pada beberapa perusahaan swasta maupun BUMN serta sebagai Tenaga Ahli konsultasi bidang keuangan dan manajemen pada beberapa Perusahaan Negara, Swasta, Departeman/Kementerian sejak Tahun 1985 hingga saat ini. Termasuk membantu proyek/program pemerintah baik yang dananya bersumber dari APBN maupun dari dana Luar negeri (PHLN).

Awal perkenalan penulis dengan kroni-kroni Soeharto, dimulai dari diminta ayahanda untuk membantu Bpk Drs Soemali (Alm) Direktur Utama PT Hanurata (Perusahaan milik Pak Harto, yg telah membesarkan perusahaan anak-anaknya seperti Group Citra dibawah kendali Tutut Soeharto, Bimantara dibawah kendali Bambang Triatmojo, Humpus di bawah kendali Tommy Soeharto, serta beberapa Perusahaan Milik keluarga Soeharto lainnya).

Saat itu penulis diminta bantuannya oleh Bapak Soemali untuk menyelamatkan perusahaannya dari adanya rencana eksekusi perbankan terhadap jaminan pinjaman kredit perusahaan tersebut, karena tidak mampu membayar utang pokok dan bunga, diakibatkan adanya penyalahgunaan keuangan perusahaan oleh salah satu pemegang saham perusahaan yang menjadi Direktur.

Akhirnya dengan kerja keras penulis berhasil menyelesaikan seluruh kewajiban perbankan tersebut hingga lunas, bahkan menarik kembali jaminannya dan dikembalikan kepada bapak Soemali selaku Komisaris dan pemegang saham mayoritas diperusahaan tersebut.

Walaupun akhirnya penulis dikecewakan oleh alm Bapak Soemali, dengan cara memecat penulis melalui Dinas Tenaga Kerja, agar tidak mendapat sukses fee yang dijanjikan, dengan jiwa besar penulis hanya menceritakan kepada ayahanda, dan beliau hanya pesan yang terpenting kamu telah berbuat baik dengan menolong usaha mereka dan kamu tidak melakukan korupsi.

Selain itu pemegang saham lainnya yaitu Bpk Laksada (purn) Drs Moehrodji, Dirjen Binakesos Departemen Sosial, juga merupakan orang kepercayaan Pak Harto sebagai pemegang Yayasan-yayasan Soeharto dan kroninya, penulis juga dimintakan bantuan oleh Bpk Muchrodji untuk membantu anaknya maupun usaha pak Muchrodji untuk bisa membantu menilai kelayakan perusahaan yang akan dibeli dan membantu mengurus perusahan-perusahannya.

Hingga akhirnya penulis dimintakan bantuan ikut menyelesaikan permasalahan perusahaan milik Yayasan Asmat (PT Agrawira = Pabrik Pengelola air dalam kemasan ) yang banyak mengalami kerugian dan menguras dana Yayasan, sementara maksud dan tujuan pendirian perusahaan ini, diharapkan mampu memberikan keuntungan sehingga keuntungan tersebut akan dapat membantu usaha sosial dari Yayasan Asmat tersebut.

Setelah melakukan Audit Keuangan dan Manajemen dan melaporkan hasil pekerjaan penulis kepada Bpk Kharis Suhud (selaku Komisaris Utama) dengan tembusan kepada Direksi PT Agrawira, lalu beberapa hari kemudian diadakan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT Agrawira dimana penulis diundang untuk menjelaskan hasil Laporannya di hadapan Para Pemegang saham yang terdiri dari Bpk Kharis Suhud, Bpk Muchrodji, Bpk Edward Suryajaya, dan Bpk Subekti Ismaun (yang dtugaskan khusus oleh Pak Kharis mengawasi pelaksanaan audit yang dilakukan oleh penulis, termasuk juga kemampuan Pekerjaannya).

Lalu setelah dibacakan hasil laporan tersebut, pak Kharis meminta Pak Subekti mengomentari hasil pekerjaan penulis tersebut, dengan komentar membenarkan saran dari Laporan penulis dan bahkan memberikan apresiasi dengan mengatakan bahwa penulis adalah benar seorang akuntan, sementara saya adalah akuntan maling….

Betapa kagetnya penulis mendengar pernyataan pak Subekti Ismaun (Subhanallah, padahal penulis bukanlah orang yang pintar, namun penulis tidak bisa merubah yang hitam menjadi putih atau abu-abu). Dan akhirnya penulis bisa dekat dengan Bpk Letjen (pun) Muhammad Kharis Suhud (Alm), bahkan mengajak Pak Kharis Suhud mau menjadi Pelindung dan mendeklarasikan pada tanggal 10 Nopember 1989 Organisasi Forum Komunikasi Pengusaha Kecil dan Menengah Indonesia (FK.PKMI), yang mempunyai misi dan visi memperjuangkan ekonomi ketangan rakyat, melalui Usaha Kecil dan Menengah sebagai motor utama pengerak perekonomian Indonesia.

Dari sinilah akhirnya penulis banyak mengetahui kegiatan perpolitikan Negara kita yang waktu itu sedang panas, dan juga penulis akhirnya bisa mengenal dengan mereka yang dihormati sebagai Pinih Sepuh Golkar, beberapa kali penulis mengikuti rapat-rapat khususnya dimasa kejatuhan Soeharto.

Sangat banyak penulis mengetahui peran para konglomerat yang dulu mendukung Soeharto dan akhinya ikut mengulingkan Soeharto dan kroninya, serta peristiwa-peristiwa yang dialami penulis paska reformasi, di antaranya menjadi angota team konsultan restrukturisasi kredit nasabah perbankan Indonesia, yang nilai kreditnya luar biasa, dan bisa bangkrut karena tidak sesuai antara Utang dengan Nilai Asetnya, termasuk rekayasa-rekayasa yang dilakukannnya para Konglomerat di dalam merapok uang dan kekayaan negara, baik kerjasama dengan para konglomerat maupun dengan para pengusa/kroni Soeharto/pejabat negara lainnya.

Sehingga pola tersebut hampir semua sama dilakukan oleh para taipan-taipan tersebut yang sebelumnya dipercaya oleh kroni Soeharto untuk menjadi mesin utama pembangunan ekonomi yang berdasarkan konsep pembangunan trickle down efek, sehingga usaha mereka menjadi besar dan bahkan menjadi konglomerat serta mereka mampu menguasai kekayaan negara. Ini semua akibat dari pemberian dukungan rezim Soeharto yang luar biasa, dan adanya mental pejabat yang korup.

Pengalaman lain penulis adalah telah mendapat tugas/pekerjaan sebagai auditor melaksanakan tugas dari Perum Tambang Batu Bara selaku pemilik Kuasa Penambangan dari Negara untuk melakukan General Audit Keuangan atas kerjasama Perum Tambang Batu Bara dengan beberapa perusahaan kontraktor Tambang Batu Bara, seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Multi Harapan Coal, di tahun 1988 -1989.

Perusahaan-perusahaan tersebut hanya bertugas sebagai kontraktor Perum Tambang Batu Bara, dengan system bagi hasil, dengan persyaratan para perusahaan tersebut diwajiban harus memiliki peralatan tambang yang cukup (dengan ketentuan selesai masa kontrak kerjasama.

Seluruh peralatan tersebut diserahkan kepemilikannya kepada Perum Tambang Batu Bara dalam kondisi baik dan bisa dioperasionilkan), sedangkan kesepakatan bagi hasilnya yaitu : 60% (Enam puluh prosen) hasil produksi untuk Perum Tambang Batu Bara, sedangkan 40% hasil tambang batu bara untuk kontraktor sebagai kompensasi pembayaran melaksanakan penambangan batu bara tersebut.

Namun ada yang aneh setelah pak Harto jatuh dan selesai masa reformasi Perusahaan-perusahaan kontraktor tersebut bisa menjadi besar dan memiliki Kuasa Penambangan, sementara pemilik awal Kuasa Penambangan yaitu PT Perum Tambang Batu bara yang justru sekarang bangkrut, padahal perusahaan-perusahaan tersebut hanyalah kontraktor dulunya, dengan cara Asset Negara bisa pindah ……ke Perusahaan-perusahaan yang dulu sebagai Kontraktor… ? ini semua akibat dari kebijakan siapa…?.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *